PLUS MINUS SEKOLAH GRATIS


Oleh
Mudzakkir Hafidh

Salam sukses pendidikan Indonesia.
Pembaca blog mutu pendidikan yang budiman, hari ini penulis ingin membahas tentang program sekolah gratis bagi seluruh warga negara terutama di jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan sekolah kejuruan (SMK). Namun akibat sekolah gratis tersebut, beberapa sekolah tidak mampu membiayai semua kegiatan akademik dan kegiatan penujang. Seringkali kita mendengar, ada sebuah sekolah yang dulu penyelenggaraan program ekstrakurikulernya sangat bagus dan beraneka ragam sesuai tuntutan bakat dan minat siswa, sekarang menurun, dan bahkan beberapa ekstra di tiadakan, kecuali ekstra-ekstra yang berbiaya murah dan itupun sekarang diajar dan dibimbing oleh guru kelasnya bukan lagi oleh trainer atau pelatih yang profsional seperti sebelumnya. Kegiatan penunjang seperti outbound, outdoor learning, study wisata juga sekarang ditiadakan, bahkan sesuai kalender sekolah yang dulu tiap tahun diadakan seperti pentas kreatifitas siswa yang berisi tampilan seluruh siswa yang bertujuan untuk melatih keberanian, percaya diri serta kreatifitas sekarang juga ditiadakan.

Dalam program sekolah gratis pemerintah sudah mensubsidi keuangan sekolah baik berupa BOSNAS sebesar Rp. 31.000/persiswa SD dan BOPDA yang besarnya tergantung kemampuan daerah (sebesar Rp. 20.000 untuk siswa Surabaya), oleh karena itu pemerintah melarang sekolah baik negeri atau swasta untuk mengadakan iuran dan tarikan dengan alasan apapun, meskipun pada kenyataannya, banyak sekolah swasta dan beberapa sekolah negeri masih mengadakan tarikan atau iuran.

Program subsidi keuangan dari pemerintah ini bagi sekolah pinggiran atau di daerah terpencil sangat menguntungkan seperti dapat durian runtuh, bagaimana tidak, dulu sebelum adanya BOS iuran di sekolah itu hanya berkisar Rp. 10.000 - Rp. 15.000 saja perbulan, sekarang sekolah itu mendapat Rp. 50.000 persiswa/bulan (untuk Surabaya) atau Rp. 40.000 periswa/bulan (untuk Sidoarjo). Namun bagi sekolah yang letaknya di pusat kota, sekolah maju dan unggulan yang sudah mempunyai renstra sekolah dengan seabrek kegiatan penunjang dan kegiatan ekstra, belum lagi fasilitas sekolah yang memadai seperti labkom, lab multimedia, AC, dan lain-lain, begitu juga besaran iuran siswa sebelum adanya BOS dan BOPDA sudah sebesar Rp. 50.000 keatas persiswa/bulan, ditambah lagi sekolah harus membayar pajak dari uang subsidi tersebut menurut pph pasal 21 pajaknya sebesar 15 %, pph pasal 22 sebesar 1.5 % ( pembelian barang), ppn pasal 21 sebesar 10 % ( pembelian barang), maka adanya program sekolah gratis ini sangat membatasi gerak dan membuat sekolah bingung untuk membuat rencana ulang kegiatan-kegiatannya, beberapa program sekolah semisal outboud, outdoor larning, study wisata, kegiatan ekstrakurikuler, dan program pembibitan siswa dikurangi bahkan ditiadakan, ada juga sekolah yang dulu menggunakan AC di tiap rungan, karena adanya program ini penggunaan AC dimatikan, karena sekolah tidak mampu membayar rekening listrik bulanannya.

Program sekolah gratis memang sangat bagus untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengikuti program wajib belajar dan pemberantasan buta aksara , namun menurut saya dalam jumlah pemberian subsidi BOS atau BOPDA perlu dibedakan tiap sekolah dengan melihat status akreditasi sekolah, letak sekolah, prestasi sekolah, dan program kegiatan sekolah. Dengan begitu kemanfaatan program sekolah gratis ini, dapat dirasakan oleh setiap warga negara Indonesia tanpa mengganggu pelaksanaan program pembelajaran dan kegiatan sekolah yang sudah dibuat oleh civitas sekolah demi perkembangan dan kemajuan anak didik, bila perlu dibuat klasifikasi sekolah, selanjutnya besaran BOS dan BOPDA disesuaikan dengan klasifikasi tersebut, bagaimana pendapat anda?



Post a Comment

Previous Post Next Post