Latest News

Tuesday, June 9, 2009

KEMBALI KE TRADISI MENDONGENG


Pagi kemarin, saya duduk bersebelahan dengan seorang ibu guru Bahasa Inggris SMP di dalam bis yang akan membawa kami ke sekolah tempat kami mengajar. Saya dan beliau sebenarnya sudah seringkali bersama dalam satu bis. Namun, belum pernah kami duduk bersebelahan yang memungkinkan kami untuk saling berbincang. Dan nampaknya kesempatan untuk itu baru bisa terlaksana di pagi kemarin.
Obrolan awalnya sebenarnya obrolan basa basi saja. Hingga akhirnya kami mengobrolkan anak � anak kami masing � masing. Dari obrolan itu saya tahu bahwa anak dari bu guru Bahasa Inggris itu dulunya adalah murid saya di SD � ketika saya masih mengajar di SD.
Anak perempuan kecil, berpipi montok dan pemilik dari dua mata yang berbinar itu ternyata sudah kelas dua SMA sekarang ini. Tanpa saya sadari waktu berlalu sedemikian cepat. Namun masih saya ingat anak kecil itu. Dia paling menonjol di kelas. Paling pandai dan paling semangat dalam belajar. Bahkan hingga tengah haripun tak Nampak bekas � bekas kelelahan di wajahnya untuk belajar. Raut mukanya selalu Nampak segar.
Untuk menunjukkan kecerdasannya tidak perlu saya tunjukkan rekaman nilai � nilainya yang selalu baik. Cukup dengan kejadian ini saja. Menurut ibunya, anak ini sangat mengidolakan Amin Rais mulai dari SMP hingga sekarang. Ketika Amin Rais mencalonkan diri menjadi Presiden bersama Siswono, anak ini menempelkan gambar Amin Rais bersama pasangannya ini di kamar tidurnya. Tapi, wajah Siswono dipotong dan diganti dengan Hasim Muzadi. Menurutnya, Amin Rais lebih cocok jika berdampingan dengan Hasim Muzadi bukan Siswono. Begaimana penilaian anda jika hal ini dilakukan oleh anak perempuan yang sedang duduk di kelas satu SMP? Sebentar lagi ia akan naik ke kelas dua SMA. Tahukah anda kemana ia ingin melanjutkan kuliahnya? Ia berkeinginan kuat untuk dapat diterima di Fakultas Teknik Nuklir UGM. Selain memang ingin belajar segala hal yang ada sangkut pautnya dengan nuklir, ia beralasan ingin ketemu Amin Rais jika berkuliah di kampus tua ini.
Ketika saya bertanya kepada ibunya tentang apa resepnya sehingga anak ini bisa sedemikian cerdas. Ibunya berkata bahwa anak itu sangat menyenangi aktivitas membaca sejak ia bisa membaca. Sudah bisa saya terka. Tidak hanya anak ini saja saya kira. Tentu anda masih ingat dengan Riana Helmi, lulusan kedokteran UGM termuda beberapa waktu lalu. Apa aktivitas hariannya sejak kecil? Membaca.
Sesampai di rumah siang harinya, saya masih memikirkan obrolan kami ini. Saya berpikir bagaimana menumbuhkan minat baca pada anak � anak saya dan orang lain. Serta bagaimana agar minat baca saya tetap terjaga hingga saya tua � banyak orang yang cukup rajin membaca ketika masih membujang, kehilangan semangat membaca ketika berkeluarga. Lalu saya merenung tentang sejak kapan minat baca saya tumbuh. Terjawab bahwa minat baca saya tumbuh setelah membaca buku karangan Mark Twain, Tom Sawyer di perpustakaan SD. Lalu saya telusur lagi tentang apa yang membuat saya menyenangi buku � buku cerita hingga seluruh buku di perpustakaan SD saya saat itu bisa saya baca semuanya. Menurut saya ini semua adalah berkat nenek saya yang selalu mendongengi saya dengan cerita � cerita kancil dan dongeng � dongeng lainnya yang tak bosan � bosannya saya dengarkan setiap malam ketika hendak beranjak tidur, ketika saya masih seumuran TK. Mungkin saya perlu banyak � banyak mendongeng kepada anak � anak saya. Dan mudah � mudahan saya bisa menaklukkan musuh literasi, televisi.

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post