KEMBALI KE AGAMA


Muncul dugaan bahwa David, mahasiswa Indonesia yang belajar di Singapura, bunuh diri karena beasiswa yang seharusnya diterimanya dihentikan. David dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas. Tidak ada yang menyangka bahwa mahasiswa brilian itu harus mati karena bunuh diri yang disebabkan oleh rasa putus asa.
Peristiwa yang menimpa David semakin menguatkan teori Goleman tentang Kecerdasan Emosi. Menurut Goleman, kecerdasan yang ditunjukkan dengan IQ yang tinggi tidaklah cukup. Untuk bisa menikmati hidup dengan sebaik � baiknya, seseorang harus memiliki apa yang disebutnya sebagai Kecerdasan Emosi. Setelah sekian lama dielu � elukan, IQ tidak lagi dipandang sebagai satu � satunya penentu keberhasilan seseorang di dalam hidupnya. Dan, seperti yang saya katakan sebelumnya, tindak bunuh diri yang dilakukan oleh David semakin menguatkan kebenaran teori Goleman tentang Kecerdasan Emosi.
Mengapa orang yang cerdas seolah � olah tidak waras dalam sebuah keadaan yang menekan? Mengapa orang yang seharusnya bisa berpikir jauh malah tertahan dalam pikiran yang sempit dan melakukan tindakan yang membahayakan orang lain dan dirinya sendiri? Secara lengkap bisa anda baca sendiri di bukunya Goleman, Emotional Intelligence. Namun saya ingin membahas sesuatu yang juga disinggung oleh Goleman. Orang � orang yang cerdas bisa melakukan hal � hal yang bodoh, yang tidak sepantasnya dilakukan oleh orang seperti mereka, karena hidup mereka hanya berorientasi pada dunia semata. Tidak ada ruang dalam pikiran mereka bahwa sebetulnya dunia adalah ladang tempat mereka menanam yang hasilnya akan mereka petik nanti di akhirat. Ketika pikiran tentang akhirat itu absen dalam kerangka berpikir mereka, setiap kegagalan yang mereka alami dalam hidup dianggap sebagai ancaman atas kehidupan mereka seluruhnya. Oleh karena itulah ketika mereka gagal, mereka merasa tidak ada gunanya lagi tetap hidup. Bunuh diri menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah.
Maka, untuk mengimbangi pikiran kita tentang kehidupan dunia, kita harus kembali ke agama. Saya rasa, kembali ke agama adalah satu � satunya cara yang bisa menjaga kita tetap di rel kehidupan yang benar. Hanya dengan menjalankan perintah agama yang benar kita bisa selalu sadar bahwa segala yang kita lakukan di dalam kehidupan kita, pada dasarnya merupakan penentu kebaikan kehidupan kita setelah mati. Sebuah kehidupan yang abadi.

Post a Comment

Previous Post Next Post