Semakin maraknya pemberitaan televisi tentang guru yang menganiaya muridnya sendiri, membuat saya teringat sebuah lagu yang menjadi kesukaan saya ketika saya masih duduk di SMK dulu. Karma Police demikian judul lagu itu yang selalu saya dan teman � teman nyanyikan di kelas, sebagai pelampiasan rasa jengkel kami terhadap guru yang menurut hemat kami sangat menjemukan. Lagu itu berisi sindiran, yang tentu saja kami tujukan kepada guru yang tidak kami sukai, tanpa diketahui maknanya oleh yang bersangkutan karena berbahasa Inggris.
Bait pertama dari lagu itu adalah: Karma police, arrest this man. He talks in maths. He buzzes like a fridge. He's like a detuned radio. Saat itu, kami menerjemahkan bait ini sebagai berikut: Polisi Karma, tangkaplah orang ini. Bicaranya tidak jelas. Dia mendesis seperti kulkas. Dia seperti radio yang rusak. Inilah sindiran kami pada guru yang sering marah � marah tanpa alasan yang kuat. Kepada guru yang terlalu banyak menggurui dan tidak mau mencoba mengerti permasalahan kami, para muridnya.
Karma Police, judul lagu itu, berangkat dari kepercayaan Hindu dan Buddha yang menyatakan bahwa apapun yang dilakukan seseorang akan mendapatkan balasan setimpal di kehidupannya yang akan datang (Karma). Dengan menyanyikan lagu itu, seolah � olah kami berharap bahwa guru yang menjengkelkan itu akan segera mendapatkan balasan secepatnya.
Lalu, inilah bait kedua dari kedua dari lagu itu: Karma police, arrest this girl. Her Hitler hairdo is making me feel ill. And we have crashed her party. Terjemahan kami: Polisi Karma, tangkap wanita ini. Potongan rambutnya yang seperti Hitler itu membuat kami muak. Dan kami telah mengobrak � abrik pestanya. Bait ini kami tujukan untuk guru � guru kami yang wanita dan yang menjengkelkan. Guru yang kami menyebutnya pada saat itu, kemayu tapi ora ayu (sok cantik meskipun tidak cantik). Yang cerewet bukan main dan selalu melimpahkan semua kesalahan kepada kami.
Bait yang berikutnya: This is what you'll get. This is what you'll get when you mess with us. Kami menerjemahkannya: Inilah yang akan engkau dapatkan jika engkau macam � macam dengan kami. Dan bait berikutnya: Karma Police, I've given all I can. It's not enough. I've given all I can. But we're still on the payroll. Terjemahannya: Polisi Karma, saya telah melakukan yang kami mampu. Tapi itu tidak cukup. Saya telah melakukan yang kami mampu. Tapi kami tetap saja menjadi orang suruhan. Di bait ini, seolah � olah kami ingin mengatakan bahwa guru kami tidak mau mengerti meskipun kami telah berusaha untuk jadi murid yang baik, yang sesuai dengan keinginan mereka.
Dan inilah bait terakhir, yang merupakan kesimpulan dari lagu: For a minute there, I lost myself, I lost myself. Phew, for a minute there, I lost myself, I lost myself. Bait yang kami terjemahkan: Semenit di sana membuatku bosan. Hhhh, semenit di sana membuatku bosan menyatakan bahwa kami tidak fun ketika belajar dengan guru yang menjengkelkan itu sehingga kami tidak mendapatkan tambahan ilmu apapun darinya.
GURU ADALAH MURID
Maksud saya, seorang guru dulunya pasti juga seorang murid yang sudah pasti pernah jengkel dengan perlakukan seorang guru kepadanya. Kejengkelan itu pasti berpengaruh negatif terhadap prestasi belajarnya dalam pelajaran yang diampu oleh sang guru. Dengan mengingat hal itu, tentu ia tidak ingin jika saat ini dia dianggap sebagai seorang guru yang menjengkelkan sekaligus sebagai seseorang yang membantu siswa dalam membenci mata pelajaran yang dibawakannya.
Pengalaman saya semasa menjadi siswa SMK di atas bisa jadi pernah dialami oleh setiap orang yang pernah bersekolah. Jika di masa sekolah dulu, kita tidak suka jika diperlakukan secara semena � mena, mestinya hal itu membuat kita menjadi lebih peka dalam menghadapi siswa � siswi kita. Jika saya dulu jenuh dengan kemarahan dan hinaan dari guru saya, mestinya sekarang saya tidak begitu gampangnya marah � marah di depan murid � murid saya. Apapun kesalahan mereka.
Saya sendiri tidak setuju jika semua kesalahan ditimpakan kepada guru. Kita semua tahu bahwa siswa � siswi kita menghabiskan kurang lebih lima jam di sekolah. Sedang selebihnya, mereka menghabiskannya bersama orang tua dan lingkungan sekitar mereka. Tentu tidak adil hanya menimpakan kesalahan pada guru. Tentu tidak benar membebani guru dengan tanggung jawab mendidik anak � anak, sejumlah besar anak � anak, dan kemudian menyalahkan guru jika mereka tidak berlaku baik.
Seorang guru pun memiliki tanggung jawab dan beban � beban mereka sendiri. Terkadang beban � beban pribadi dan keluarga itu terlalu berat mereka pikul sehingga begitu gampang mereka tersulut emosi oleh ulah beberapa siswa bermasalah. Jika mereka khilaf, tentu manusiawi keadaannya.
Pemberitaan demi pemberitaan yang menayangkan gambar � gambar guru yang tengah menganiaya muridnya semakin memojokkan posisi guru. Di sisi lain, murid � murid bermasalah pun seakan mendapat angin untuk terus melakukan kenakalan � kenakalan berikutnya. Seolah � olah mereka berkata: �Ayo, silahkan tampar saya. Besok wajah bapak akan muncul di TV.� Mereka berlindung di balik aji mumpung.
Bukannya saya setuju dengan kekerasan yang dilakukan guru di sekolah. Namun, kita harus mendudukkan permasalahannya secara adil. Sampai kapanpun, tidak sepantasnya seorang guru melakukan kekerasan terhadap siswa � siswinya. Namun begitu, tidak seharusnya siswa bertindak sesuatu yang merendahkan martabat seorang guru.
TENGGANG RASA
Kuncinya terletak pada tenggang rasa. Seperti bunyi sebuah adagium; Perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin orang lain memperlakukanmu. Ada banyak hal yang harus dipenuhi oleh seorang guru demi menjaga martabat mereka. Begitu pula terdapat banyak hal yang harus dilakukan oleh seorang siswa agar martabat seorang guru tidak terkoyak. Untuk mewujudkan hal ini, peran masyarakat luas, pemerintah dan juga media masa sangat penting.
Di masa saya, kami melampiaskan kejengkelan kepada guru dengan melantunkan lagu � lagu sindiran. Di masa kini, kejengkelan itu diekspresikan dengan merekam perilaku salah guru untuk disebarkan ke masyarakat luas. Mudah � mudahan kelak tak akan terjadi sebuah adegan adu jotos antara siswa dengan gurunya. Jika terjadi, betapa memalukannya.
Post a Comment