Latest News

Saturday, July 5, 2008

WAHAI GURU, BELAJARLAH!

Adakah anak bermasalah di kelas anda? Ya, ada beberapa. Apakah anda merasa terganggu dengan adanya anak itu? Seringkali ya. Apakah anda khawatir kalau � kalau anak bermasalah itu akan mempengaruhi teman � temannya yang lain nantinya? Benar, kekhawatiran itu ada. Kira � kira apa yang menyebabkan anak itu menjadi masalah bagi anda, teman � temannya dan sekolah? Saya rasa lingkungan anak itulah biang keladi dari berbagai permasalahan yang mereka lakukan. Orang tua yang bercerai, lingkungan pergaulan yang buruk, media � media yang berperan merusak mental mereka. Atau jika tidak demikian, sepertinya kita harus katakan bahwa mereka memang terlahir untuk menjadi sumber masalah. Apakah anak � anak itu mempunyai harapan untuk berubah? Sulit sepertinya, saya rasa sekolah bukan tempat yang cocok untuk mereka.
Paragraf diatas adalah rekaan saya saja. Perihal anak � anak nakal dan bermasalah saya rasa bisa ditemui di mana saja. Di kota ataupun di desa, sama saja. Setiap tahun akan selalu ada begundal � begundal pengacau suasana. Dan tiap tahun kita selalu dibuat repot karenanya. Ketika masalah ini didiskusikan, yang muncul adalah dialog � dialog di atas. Nampaknya, tidak ada solusi bagi permasalahan itu. Jalan sudah buntu. Tak ada lagi pemecahannya.
Bayangkanlah tentang sebuah sekolah yang tahun ini tidak berhasil meluluskan semua siswanya. Ajukan satu pertanyaan saja kepada guru mereka, mengapa anak � anak itu tidak lulus? Pasti anda akan temui guru yang mengatakan bahwa anak � anak itu pemalas. Mereka tidak mau jika disuruh belajar. Biar saja mereka tidak lulus. Ini akan menjadi pelajaran setimpal bagi mereka dan teman � teman mereka.
Memang benar bahwa ada hal � hal di luar yang mempengaruhi anak didik kita sehingga kebaikan atau keburukan menjadi dominan dalam diri mereka. Tapi kita tidak boleh menafikan apa yang ada dalam tiap diri manusia, dialah hati nurani. Hati nurani bekerja seperti mercusuar yang menyinari kegelapan. Ketika seseorang berbuat keburukan, bisa jadi karena hati nurani mereka sedang redup atau mati. Tugas dari orang � orang di sekeliling mereka lah untuk mengembalikan cahaya nurani itu. Akan tetapi, tiap manusia mempunyai ego. Tidak semua manusia bisa menerima nasihat. Tapi mereka bisa tersentuh oleh keteladanan.
Tersebutlah sebuah kisah tentang seorang pelacur di sebuah kota. Orang � orang di kota itu memperlakukan dia sebagaimana seorang pelacur diperlakukan. Ada banyak pelecehan � pelecehan yang sebetulnya tidak pantas. Hingga akhirnya tibalah seorang laki � laki di kota itu. Lelaki itu tidak memperlakukan sang pelacur sebagaimana orang � orang lain memperlakukannya. Dia memperlakukan pelacur itu sebagaimana memperlakukan seorang wanita terhormat. Begitu yang terus dilakukannya dalam waktu yang lama. Di akhir kisah, pelacur itu tobat dan meninggalkan dunia yang selama ini melecehkan martabat dirinya. Apa yang dilakukan sang lelaki telah membuat sinar nuraninya kembali terang. Dia sadar bahwa dia masih layak untuk diperlakukan sebagaimana seorang yang terhormat dengan memperbaiki keadaannya.
Sebagaimana sang lelaki kita mestinya mampu menjadi pemicu hidupnya nurani anak didik kita. Seringkali kita menyalahkan anak � anak kita. Tapi kita tidak pernah mencoba untuk bertanya pada diri kita sendiri, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki keadaan mereka. Kita seringkali mengeluhkan kemalasan mereka, tapi kita tidak pernah mencontohkan kerajinan kepada mereka. Kita seringkali menghukum mereka karena tidak mengerjakan PR, tapi kita tidak mau disalahkan jika kita terlambat masuk kelas. Kita menuding mereka atas keburukan nilai yang mereka dapat tapi kita sendiri lupa bahwa ilmu yang kita miliki masih perlu terus diperbarui.
Mestinya kita sibuk dengan diri kita sendiri. Tidak malah sibuk dengan aib orang lain. Mestinya kita mau bersusah � susah memperbarui ilmu kita, bersusah � susah untuk disiplin dalam mengembangkan diri. Meminimalkan kemarahan dan meningkatkan empati. Karena dengan begitu kita bisa menjadi pemantik mercu suar dalam diri anak didik kita.
Mendidik diri kita sendiri dengan keras dan lunak juga lembut kepada anak didik kita akan menumbuhkan kepercayaan mereka kepada kita. Jika mereka sudah percaya kepada kita, mereka akan meniru apa yang kita lakukan. Kita, di mata mereka, layaknya seorang selebritis yang ditiru segala tingkah lakunya. Ada kabar nyata yang meriwayatkan seorang guru yang mendapatkan kepercayaan murid � muridnya. Banyak dari murid � murid itu yang meniru bentuk tulisan sang guru. Padahal tulisan sang guru itu jelek. Begitulah. Jika kita sudah mampu menggerakkan nurani mereka, kita tidak perlu lagi memerintah dan melarang ini itu kepada mereka. Mereka sudah menemukan jalan mereka sendiri.


Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, guru teladan di sini.

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post