Memang kita tidak harus membaca keseluruhan bab dari buku yang kita beli. Kita membaca untuk mendapatkan informasi. Jika kita sudah mendapatkan informasi itu, untuk apalagi kita menyelesaikan keseluruhan buku? Bisa kita katakan, buang � buang waktu saja. Tapi ada kerugian, sebetulnya, dari gaya membaca seperti ini. Jika kita membaca hanya untuk sekedar mendapatkan informasi dengan cara membaca sebagian buku yang kita anggap penting, kita telah membatasi diri kita dari gaya menulis sang pengarang yang juga merupakan keuntungan dari aktivitas membaca.
Saat kita membaca sebuah karya, tanpa kita sadari otak kita menyimpan gaya penulisan sang pengarang. Saat tiba saatnya kita menulis sendiri artikel atau buku kita, gaya penulisan dari berbagai pengarang yang kita dapatkan dari membaca buku � buku mereka akan sangat bermanfaat dalam proses penulisan karya kita. Mulai dari tanda baca sampai pemilihan kata yang tepat, kita banyak terpengaruh dari apa yang telah kita baca. Itulah sebabnya saya katakan rugi jika kita tidak membaca keseluruhan buku. Kita mengabaikan �kekayaan� yang mestinya akan kita dapat.
Saya dulu sangat kuat membaca. Saya menikmati setiap bacaan yang ada di tangan saya. Saya biasa menyelesaikan tiga sampai empat buku, dua diantaranya berhalaman 300 sampai 400, dalam seminggu sampai tamat. Tapi sekarang, saya rasakan �kekuatan� saya jauh berkurang. Saya masih membaca memang, tapi jarang ada yang selesai. Dan sepertinya, orang yang seperti saya ini banyak.
Apa yang menyebabkan kita seperti ini? Penyebabnya adalah kita terbiasa menunda � nunda. Saat kita membaca buku, muncul dalam benak kita bahwa suatu bagian dari buku itu tidak begitu penting bagi kita, atau setidaknya untuk saat itu, dan kita mengira bahwa kita bisa membaca bagian itu lain waktu saja. Saat kita membutuhkannya. Sayangnya, lintasan pikiran yang serupa itu tidak hanya muncul sekali. Sepanjang kita membaca buku, lintasan itu terus menerus muncul. Yang akhirnya buku tidak terselesaikan.
Lintasan pemikiran yang dialami oleh setiap orang saat mereka melakukan berbagai aktivitas seperti yang saya contohkan di atas lahir dari kenginan normal manusia untuk mendapatkan kenyamanan. Berbaring santai sambil mendengarkan radio, menonton televisi atau mengobrol tentu jauh lebih nyaman daripada kita membaca buku. Tetapi �kenyamanan� tidak selalu berbuah kebaikan. Seringkali kebaikan kita peroleh dengan cara mengalami ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan, jika kita lakukan secara intens, akan berubah menjadi kenyamanan. Awalnya, kita memang berat untuk membaca dengan teliti dan hati � hati. Tetapi, setelah berulang kali kita lakukan, kita akhirnya merasa nyaman dengan hal itu.
Maka, saat kita merasa tidak nyaman dengan suatu aktivitas positif, seharusnya kita menguatkan tekad untuk terus melakukannya. Saat kita merasa berat untuk membaca keseluruhan buku, kita harus sabar sampai akhirnya buku itu selesai kita baca. Suatu saat nanti kita akan merasa aneh jika tidak tuntas dalam membaca. Wilayah kenyamanan kita telah meluas.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik BEKERJA di sini.
Saat kita membaca sebuah karya, tanpa kita sadari otak kita menyimpan gaya penulisan sang pengarang. Saat tiba saatnya kita menulis sendiri artikel atau buku kita, gaya penulisan dari berbagai pengarang yang kita dapatkan dari membaca buku � buku mereka akan sangat bermanfaat dalam proses penulisan karya kita. Mulai dari tanda baca sampai pemilihan kata yang tepat, kita banyak terpengaruh dari apa yang telah kita baca. Itulah sebabnya saya katakan rugi jika kita tidak membaca keseluruhan buku. Kita mengabaikan �kekayaan� yang mestinya akan kita dapat.
Saya dulu sangat kuat membaca. Saya menikmati setiap bacaan yang ada di tangan saya. Saya biasa menyelesaikan tiga sampai empat buku, dua diantaranya berhalaman 300 sampai 400, dalam seminggu sampai tamat. Tapi sekarang, saya rasakan �kekuatan� saya jauh berkurang. Saya masih membaca memang, tapi jarang ada yang selesai. Dan sepertinya, orang yang seperti saya ini banyak.
Apa yang menyebabkan kita seperti ini? Penyebabnya adalah kita terbiasa menunda � nunda. Saat kita membaca buku, muncul dalam benak kita bahwa suatu bagian dari buku itu tidak begitu penting bagi kita, atau setidaknya untuk saat itu, dan kita mengira bahwa kita bisa membaca bagian itu lain waktu saja. Saat kita membutuhkannya. Sayangnya, lintasan pikiran yang serupa itu tidak hanya muncul sekali. Sepanjang kita membaca buku, lintasan itu terus menerus muncul. Yang akhirnya buku tidak terselesaikan.
Lintasan pemikiran yang dialami oleh setiap orang saat mereka melakukan berbagai aktivitas seperti yang saya contohkan di atas lahir dari kenginan normal manusia untuk mendapatkan kenyamanan. Berbaring santai sambil mendengarkan radio, menonton televisi atau mengobrol tentu jauh lebih nyaman daripada kita membaca buku. Tetapi �kenyamanan� tidak selalu berbuah kebaikan. Seringkali kebaikan kita peroleh dengan cara mengalami ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan, jika kita lakukan secara intens, akan berubah menjadi kenyamanan. Awalnya, kita memang berat untuk membaca dengan teliti dan hati � hati. Tetapi, setelah berulang kali kita lakukan, kita akhirnya merasa nyaman dengan hal itu.
Maka, saat kita merasa tidak nyaman dengan suatu aktivitas positif, seharusnya kita menguatkan tekad untuk terus melakukannya. Saat kita merasa berat untuk membaca keseluruhan buku, kita harus sabar sampai akhirnya buku itu selesai kita baca. Suatu saat nanti kita akan merasa aneh jika tidak tuntas dalam membaca. Wilayah kenyamanan kita telah meluas.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik BEKERJA di sini.
Post a Comment