MENTAL PEKERJA

Siapapun ingin menjadi seorang pemimpin. Yang mempunyai bawahan. Dihormati dan disegani. Apapun perintah dan larangannya dilaksanakan. Siapapun ingin menjadi orang semacam itu. Tapi, seorang pemimpin tidak dilahirkan begitu saja. Pemimpin itu diciptakan. Dibentuk. Maka, salah jika kita ingin segera menjadi pemimpin tanpa melalui proses.
Kadang kita mendengar seseorang, yang memiliki gelar akademis mentereng, berkata bahwa dia tidak pantas untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurutnya, pekerjaan seperti itu hanya pantas dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kualifikasi seperti dirinya. Dia merasa hanya pantas untuk melakukan pekerjaan yang lebih tinggi. Ini salah. Sayangnya, orang yang bermental sedemikian ini sangat banyak.
Memimpin adalah melayani. Melayani kebutuhan dari orang � orang yang menjadi bawahannya. Bukan malah sebaliknya, minta dilayani. Karena seorang pemimpin harus melayani, maka dia harus tahu apa yang menjadi kebutuhan orang � orang yang dipimpinnya. Sebab itulah, seorang sarjana hebat sekalipun, harus mulai dari bawah. Mereka harus mau mengerjakan hal � hal yang dianggap tidak pantas dilakukan oleh mereka karena tingkat pendidikan yang mereka miliki. Dengan demikian, ketika mereka tiba saatnya menjadi pemimpin, mereka akan memahami kebutuhan dari bawahan mereka. Dan mereka juga akan sigap dalam memenuhi kebutuhan � kebutuhan itu.
Besuk, masyarakat Jawa Timur akan memilih gubernur mereka. Hari � hari kemarin, saya banyak mendapati berita � berita tentang aktivitas calon gubernur itu. Saya sedikit agak geli melihatnya. Tiba � tiba saja para calon itu berkunjung ke pasar memborong barang � barang dengan senyum manisnya. Dalam iklan calon � calon itu digambarkan sebagai seorang yang dekat dan peduli dengan rakyat kebanyakan. Merangkul � rangkul anak kecil dan kesan yang kita terima adalah mereka akan dapat menjadi pemimpin yang melayani.
Tapi harus diingat bahwa perbuatan untuk melayani itu harus sudah menjadi karakter seorang pemimpin. Harus mendarah daging. Bukan hanya sebatas di permukaan. Karena karakter terbentuk dari kebiasaan, maka seorang pemimpin haruslah mereka yang sudah biasa melayani.
Tapi yang terjadi tidak demikian. Banyak orang yang ingin segera menjadi pemimpin. Secara instan. Maka, rata � rata calon pemimpin hanya melakukan pencitraan � pencitraan agar jalan mereka menuju kursi kepemimpinan menjadi lempang. Mereka tidak mempunyai karakter untuk melayani. Saat mereka akhirnya terpilih menjadi pemimpin, kepemimpinan mereka hanya pada jabatan saja. Tidak pada makna kepemimpinan yang sebenarnya.
Saya teringat tulisan tentang calon presiden Amerika, Barrack Obama. Jalan yang dia tempuh amat panjang untuk sampai ke kursi calon presiden. Dia adalah seseorang yang telah berbuat banyak bagi masyarakat luas. Dia bekerja keras agar dapat melayani dengan baik. Kalau nanti dia terpilih menjadi presiden, bisa dipastikan bahwa dia adalah seorang presiden yang mampu melayani.
Sebelum kita siap menjadi seorang pemimpin, kita harus siap dipimpin terlebih dahulu. Kita harus mempunyai mental pekerja. Bukan mental priyayi yang ingin selalu dilayani.


Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik di sini

Post a Comment

Previous Post Next Post