BERTEKAD MEMAJUKAN PENDIDIKAN

Seorang pemuda berusia 26 tahun berdiri di muka yang mulia presiden. Didongakkannya kepalanya tanpa bermaksud untuk berbuat kurang ajar kepada pimpinan tertinggi Negara itu. Kepala yang terdongak itu wajar dan tak Nampak maksud untuk menyombongkan diri memang. Mulailah dia berkata kepada sang presiden. Suaranya lantang tapi tenang. Mengesankan seorang yang memiliki tingkat intelektual mencukupi.
Dikatakanlah tentang kondisi bangsanya. Betapa terpuruk. Disampaikannya bahwa Negara membutuhkan tindakan yang kongkret dan terarah secepatnya agar dapat segera bangkit dari keterpurukan. Dan menurutnya, keterpurukan itu hanya bisa dihilangkan dengan memperbaiki pendidikan.
Pendidikan yang baik membutuhkan guru yang baik. Bagaimana bisa menjadi guru yang baik jika tidak memiliki pendidikan yang mencukupi. Pendidikan guru hanya setara pendidikan SMA. Menurut sang pemuda, guru harus memiliki kualifikasi melebihi lulusan SMA. Mereka harus memiliki kualifikasi lulusan perguruan tinggi, sarjana. Hanya dengan demikian kualitas pendidikan bisa ditingkatkan.
Sayangnya, tidak ada satu perguruan tinggipun untuk mendidik calon guru. Perguruan tinggi hanya untuk para dokter, insinyur dan pengacara. Maka, maksud dari dia berbicara di depan presiden yang mulia adalah agar kiranya sang presiden berkenan membangun perguruan tinggi � perguruan tinggi yang mendidik calon guru.
Sang presiden diam. Dipandanginya pemuda itu. Nampak keraguan dalam pandangannya. Apa yang dimengerti oleh seorang pemuda umur 26 tahun? Begitu kira � kira yang ada dalam pikirannya. Tetapi, tiba � tiba menteri sang presiden membisikinya. Menteri itu membenarkan pikiran pemuda itu. Dianggapnya itu adalah pemikiran luar biasa yang tercetus dari seorang pemuda cerdas. Dia pun menyarankan agar presiden menerima masukan dari sang pemuda dan segera memenuhinya.
Presiden menyetujuinya. Tak lama berselang setelah pertemuan itu, presiden mengeluarkan surat keputusan tentang pembangunan perguruan tinggi untuk calon guru. Dibangunlah perguruan tinggi di setiap propinsi. Disediakannya dosen � dosen paling bermutu. Dosen � dosen itu pun diperhatikan kesejahteraannya. Mereka berhak menempati rumah dinas yang memang didirikan untuk mereka. Perpustakaan dibangun. Mahasiswa dibuatkan asrama. Dan bahkan pemerintah juga menyediakan program ikatan dinas.
Kisah diatas adalah rekaan saya atas kisah nyata yang terjadi di 30 Desember 1962. Sang pemuda, kini telah berusia 70 tahun. Dia adalah Soedijarto, Guru Besar Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta ( sekarang Universitas Negeri Jakarta ). Sang presiden tak lain adalah presiden Soekarno. Dan menteri yang membisiki presiden adalah profesor Toyib Hadiwijaya, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan saat itu.
Ditengah kondisi ekonomi bangsa yang terpuruk, pemerintah saat itu mementingkan pembangunan pendidikan. Kondisi ekonomi bangsa kita saat ini, saya kira lebih baik daripada saat itu. Tapi kebijakan pendidikan kita sekarang, mungkin tak lagi sebaik dulu.

Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, PENDIDIKAN MUTU RENDAH di sini.

Post a Comment

Previous Post Next Post