Alangkah  pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena  pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam  arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling  berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan  atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu  tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan  menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan  pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan  proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan  yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik  dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati  nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta  pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.
Kita baru  saja menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala  makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan  menghayati Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran  selama 20 tahun (1978-1998) dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) berakhir kita nilai gagal  menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan  secara damai tahun 1998, setelah krisis multidimensional melanda dan  memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun  1997, bahkan sejak 27 Juli 1996 sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun  1997.
Itu adalah contoh pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya  tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar ruang penataran.  Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi didalam  praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau  Pancasila Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan  bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya  secara moral dan sosial. Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr.  Gunning yang dikutip Langeveld (1955).
�Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius�. Ini  berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh  orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan  moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa  teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik  dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu  bertanggung jawab atas esensi perbutan masing-masing dan bersama-sama  dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten  antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan  nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan  (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek  pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
Tags : Pendidikan dalm praktek, praktek dalam pendidikan, teori pendidikan, praktek pendidikan
Tags : Pendidikan dalm praktek, praktek dalam pendidikan, teori pendidikan, praktek pendidikan
Post a Comment