Kehidupan Suku Kubu Di Provinsi Jambi


Suku Kubu adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatera tepatnya di Provinsi Jambi. Berdasrkan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah warga Suku Kubu sebanyak 3.198 jiwa yang terdiri dari 1.610 jiwa laki-laki dan 1.588 jiwa perempuan dan tersebar di beberapa kabupaten; Sarolangun, Merangin, Batang Hari, Tebo dan Bungo. Sebagian besar mereka tingal di hutan Taman Nasional Bukit 30 dan Taman Nasional Bukit 12.
Ada tiga sebutan terhadap etnis minoritas ini, yang mengandung makna berbeda. Pertama Kubu merupakan sebutan paling populer yang digunakan orang Melayu dan masyarakat Internasional.Kubu dalam bahasa Melayu memiliki makna primitif, bodoh, kotor, menjijikkan. Sebutan kubu telah terlanjur populer dikalangan masyarakat. Kedua, Suku Anak Dalam. Sebutan ini digunakan oleh pemerintah melalui Departemen Sosial. Anak Dalam memiliki makna orang terbelakang yang tinggal di pedalaman. Ketiga, Orang Rimba, yaitu sebutan yang digunakan oleh etnis ini untuk menyebut dirinya. Makna sebutan ini menunjukkan jati diri merekasebagai etnis yang tidak bisa lepas dari hutan. Sebutan inilah yang sebenarnay paling proporsional dan obyektif, karena didasarkan pada konsep orang rimba itu sendiri dalam menyebut dirinya.
Sejumlah Antropolog berpandangan bahwa Suku Kubu termasuk kategoro Proto Melayu. Kebudayaan mereka punya kesamaan dengan kebudayaan Melayu lain seperti bahasa dan kesenian, misalnya bentuk pelaksanaan upacara besale (upacara pengobatan) hampir sama dengan bentuk pelaksanaan upacara aseik (upacara pengobatan) masyarakat Kerinci yang termasuk Proto Melayu.
Ada juga yang berpendapat Suku Kubu berasal dari Pagaruyung yang mengungsi ke Jambi karena tidak mau dikuasai dan diperintah musuh.
Kehidupan Suku Kubu adalah nomaden, dan untuk mempertahankan kel;angsungan hidupnya mereka berburu, meramu, menangkap ikan dan makan buah-buahan di hutan. Sebagian mereka mencari rotan, madu dan labi-labi untuk dijual. Dewasa ini sebagian kecil dari mereka mulai mengenal pengetahuan pertanian dan perkebunan.
Mayoritas warga Suku Kubu menganut Animisme, yaitu percaya kepada dewa-dewa. Mereka yakin bahwa kebaikan, keburukan, keberhasilan, kegagalan, dan musibah bersumber dari para dewa. Untuk persembahan dan penghargaan kepada para dewa mereka mengadakan upacara ritual sesuai dengan keperluan, misalnya upacara ritual besale.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka mengenal sistem Kepemimpinan yang berjenjang seperti, Temenggung, Depati, Mangku, Menti dan Jenang. Temenggung merupakan jabatan tertinggi yang mempunyai fungsi sebagai pemimpin tertinggi, penegak hukum dan pemimpin upacara ritual.
Dewasa ini kehidupan Suku Kubu mengenaskan seiring semakin berkurangnya sumber daya hutan di Provinsi Jambi. Hutan sebagai tempat hidup dan sumber penghidupannya terus menerus berkurang luasnya untuk pengembangan perkebunan sawit dan kawasan transimagrasi.
Menurut Koordinator Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Wrung Informasi dan Konservasi (warsi) jutaan hektar hutan/ruang jelajah Suku Kubu kini berubah menjadi Hutan Tanaman Industri, Perkebuana Sawit dan kawasan transmigrasi. Masih menurut mereka Suku Kubu juga kurang mendapat perhatian dalam hal penghidupan, pendidikan, politik, kesehatan dan perlindungan hukum.
Upaya mengangkat harkat dan martabat serta kesejahteraan warga Suku Kubu dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pelaksanaan pendidikan yang disesuaikan budayanya, membuat akses administrasi, memukimkan mereka di sekitar kawasan hutan dan memberikan pelatihan bidang pertanian. Usaha tersebut mulai ditempuh pemerintah daerah dengan memukimkan sebagian dari mereka, tetapi hasilnya tidak maksimal karena sebagian besar dari mereka masih belum dapat melepaskan budaya aslinya sebagai orang rimba.

Post a Comment

Previous Post Next Post