Latest News

Sunday, March 1, 2009

OSHIN DAN ANAK - ANAK KITA


DULU, saat udara Indonesia hanya dilewati gelombang TVRI, ada waktu � waktu saat kami duduk menonton gadis cilik dari Jepang yang berwajah imut, menggendong bayi sambil sekolah. Dulu, saat sinetron yang ada tidak menceritakan tentang lelaki yang memperebutkan cewek atau sebaliknya, atau tentang orang � orang yang saling berebut harta, Oshin adalah tayangan selain �Serumpun Bambu� atau �Rumah Masa Depan� dan juga �Flash Gordon� yang cukup menyita perhatian kami juga kakak dan orang tua kami. Kisah hidup yang dialami Oshin cukup dekat dengan cerita kehidupan kami sendiri. Maka, semangat dan kegigihan Oshin menular kepada kami. Setidaknya, selama satu jam penayangannya.

Beberapa saat lalu, TVRI kembali menayangkan kisah Oshin yang kami sukai saat kecil dulu. Sekitar dua puluhan tahun lalu, kami menontonya dari sebuah televisi hitam putih yang itupun hanya dimiliki oleh orang kaya di kampung kami. Bergerombol kami duduk mengelilingi televisi. Kini, saat setiap rumah umumnya telah memiliki sebuah televisi, ketika saya kembali menontonnya dan bernostalgia, baru saya tahu bahwa film Oshin pada waktu itu telah diformat dalam film berwarna, bukan film hitam putih. Tentu saya tidak bisa mengembalikan suasana masa lalu dengan sempurna hanya dengan menontonnya di ruang keluarga saya. Namun, semangat Oshin tetap menular.

Hingga suatu ketika, terpikir oleh saya tentang bagaimana jika semangat itu juga tertularkan kepada murid � murid saya. Karena itulah esok paginya saya meminta murid � murid saya untuk menonton Oshin selama sekian hari. Minggu berikutnya, saya bertanya kepada murid � murid saya tentang kesan mereka terhadap film itu. Seperti yang saya duga sebelumnya, ternyata Oshin juga mampu menginspirasi mereka semua. Bahkan beberapa dari mereka beralih menonton Oshin dari sebelumnya menonton sinetron remaja. Sungguh luar biasa.

Oshin menunjukkan bahwa film memiliki kekuatan luar biasa dalam mempengaruhi pemirsanya. Film yang menginspirasi saya ketika saya seumuran SD ternyata masih juga mampu menularkan semangat setelah lebih dari dua dasawarsa. Namun sayang, keadaan ini tidak lantas membuat produser � produser film kita berusaha melahirkan film yang berkualitas serupa. Mereka lebih tertarik membuat sinetron � sinetron yang terbukti tidak mencerdaskan. Benar � benar kita sayangkan.

No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post