Seorang narasumber dari sebuah seminar yang saya ikuti hari ini mengatakan bahwa ketika seseorang memilih guru sebagai profesinya, maka dia harus berkorban untuk tidak menjadi kaya. Saya tertegun mendengar pernyataannya. Tentu saja saya tidak setuju dengan pernyataan narasumber itu. Tapi sayang saya tidak mendapatkan kesempatan untuk menyanggah pernyataan itu.
Pernyataan narasumber itu seolah ingin meyakinkan guru bahwa profesi ini adalah profesi yang penuh dengan idealisme. Idealisme akan rusak jika tercemar hal � hal yang berkenaan dengan kebendaan. Maka, jangan jadi guru kalau menginginkan kekayaan. Dengan demikian, narasumber seakan � akan mengharapkan agar guru tidak terus meributkan kesejahteraan. Karena menjadi guru adalah panggilan jiwa, bukan semata � mata untuk mendapatkan penghidupan. Ketidaksetujuan saya menguat setelah dalam kesempatan yang sama narasumber berkata bahwa di pundak gurulah terletak masa depan umat manusia. Betapa berat tugas seorang guru.
Benarkah menjadi guru berarti bersedia untuk tidak menjadi kaya? Salah. Salah besar!. Jika dikatakan bahwa guru bertanggung jawab terhadap masa depan umat manusia, maka guru harus menyerahkan seluruh waktunya untuk memenuhi tanggung jawab itu. Seluruh waktunya. Bahkan bukan Cuma waktu. Tapi juga pikiran dan tenaganya karena masa depan umat manusia bukan perkara ringan. Nah, jika dalam memenuhi tanggung jawab itu guru masih harus bergumul dengan persoalan � persoalan ekonomi keluarga: biaya hidup sehari � hari, biaya pendidikan anak, biaya yang harus dikeluarkan sebagai anggota sosial masyarakat, biaya untuk meningkatkan kapasitas mereka sebagai pendidik, bisakah mereka memenuhi tanggung jawab sebagai penentu masa depan umat manusia? Tidak, tentu saja.
Saya rasa akan lebih tepat jika narasumber mengatakan bahwa jika seseorang memilih untuk menjadi guru, maka mereka harus siap hidup sederhana. Hidup sederhana tentu beda dengan menjadi kaya. Orang tetap bisa hidup sederhana meskipun mereka sebetulnya kaya.
Berapa besar gaji seorang guru? Ada yang mengatakan cukup. Tapi cukup yang dimaksud adalah cukup untuk membiayai hidupnya sendiri. Jika dia harus menanggung hidup keluarganya, gaji mereka tentu tidak mencukupi. Semua tahu bahwa kebanyakan guru �menggadaikan� SK untuk bisa membeli motor, atau membangun rumah mereka. Ketika mereka bekerja sambilan untuk sekedar memenuhi kebutuhan mereka sehari � hari, pasti tugas mereka sebagai pendidik akan terganggu. Dengan latar belakang ekonomi yang sedemikian ini, mestinya kita tidak terlalu menyalahkan guru ketika mereka menjual buku kepada murid � muridnya.
Guru harus kaya dengan gaji yang didapatnya sebagai imbalan atas jerih payahnya mendidik para siswa. Dengan kekayaan yang dimilikinya, mereka bisa lebih terfokus dalam mengajar dan mendidik. Kerja mereka tidak akan terganggu dengan kebutuhan � kebutuhan hidup yang menuntut untuk segera dipenuhi. Guru akan memiliki banyak waktu untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi mereka. Kompetensi dan kualifikasi mereka sebagai seorang pendidik harus selalu terbarui seiring perkembangan jaman. Kalau guru tidak kaya, mereka tidak dapat memenuhi kedua hal itu. Jadi, siapapun yang mengatakan bahwa profesi guru menuntut seseorang untuk mengorbankan keinginannya agar menjadi kaya, mereka salah besar.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, OKB di sini.
Benarkah menjadi guru berarti bersedia untuk tidak menjadi kaya? Salah. Salah besar!. Jika dikatakan bahwa guru bertanggung jawab terhadap masa depan umat manusia, maka guru harus menyerahkan seluruh waktunya untuk memenuhi tanggung jawab itu. Seluruh waktunya. Bahkan bukan Cuma waktu. Tapi juga pikiran dan tenaganya karena masa depan umat manusia bukan perkara ringan. Nah, jika dalam memenuhi tanggung jawab itu guru masih harus bergumul dengan persoalan � persoalan ekonomi keluarga: biaya hidup sehari � hari, biaya pendidikan anak, biaya yang harus dikeluarkan sebagai anggota sosial masyarakat, biaya untuk meningkatkan kapasitas mereka sebagai pendidik, bisakah mereka memenuhi tanggung jawab sebagai penentu masa depan umat manusia? Tidak, tentu saja.
Saya rasa akan lebih tepat jika narasumber mengatakan bahwa jika seseorang memilih untuk menjadi guru, maka mereka harus siap hidup sederhana. Hidup sederhana tentu beda dengan menjadi kaya. Orang tetap bisa hidup sederhana meskipun mereka sebetulnya kaya.
Berapa besar gaji seorang guru? Ada yang mengatakan cukup. Tapi cukup yang dimaksud adalah cukup untuk membiayai hidupnya sendiri. Jika dia harus menanggung hidup keluarganya, gaji mereka tentu tidak mencukupi. Semua tahu bahwa kebanyakan guru �menggadaikan� SK untuk bisa membeli motor, atau membangun rumah mereka. Ketika mereka bekerja sambilan untuk sekedar memenuhi kebutuhan mereka sehari � hari, pasti tugas mereka sebagai pendidik akan terganggu. Dengan latar belakang ekonomi yang sedemikian ini, mestinya kita tidak terlalu menyalahkan guru ketika mereka menjual buku kepada murid � muridnya.
Guru harus kaya dengan gaji yang didapatnya sebagai imbalan atas jerih payahnya mendidik para siswa. Dengan kekayaan yang dimilikinya, mereka bisa lebih terfokus dalam mengajar dan mendidik. Kerja mereka tidak akan terganggu dengan kebutuhan � kebutuhan hidup yang menuntut untuk segera dipenuhi. Guru akan memiliki banyak waktu untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi mereka. Kompetensi dan kualifikasi mereka sebagai seorang pendidik harus selalu terbarui seiring perkembangan jaman. Kalau guru tidak kaya, mereka tidak dapat memenuhi kedua hal itu. Jadi, siapapun yang mengatakan bahwa profesi guru menuntut seseorang untuk mengorbankan keinginannya agar menjadi kaya, mereka salah besar.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, OKB di sini.
Post a Comment