PACITAN BOOK FAIR

Setelah sekian tahun menunggu, akhirnya kota kecilku ini mengadakannya juga. Pacitan Book Fair, nama yang keren. Terbayang dalam benak saya suatu pameran buku yang besar dengan penerbit � penerbit besar dari seluruh nusantara. Saya pernah ke Jogja Book Fair dan dalam bayangan saya pameran yang akan terselenggara di Pacitan ini akan semeriah dan semegah yang telah dilaksanakan di Jogja. Buku � buku yang melimpah dan dengan harga diskon yang membuat hati nyaman. Setidaknya, kehausan akan buku bermutu yang menjadi keinginan akan segera terwujud dengan uang yang tidak begitu memberatkan.

Kemarin (28/06), setelah menunggu � nunggu, pameran buku itu pun terselenggara juga. Dengan semangat saya ajak anak saya yang tua untuk mengunjunginya. Anak saya pun tertulari semangat yang sama. Saya tahu itu dari wajahnya yang riang gembira. Bersepeda kami berdua mendatanginya. Betapa terkejutnya saya sesampainya di sana. Pameran buku yang sepi senyap. Pengunjungnya belasan saja. Orang tua, orang muda dan anak � anak. Tidak banyak!. Lebih terkejut lagi saat tahu bahwa ternyata ada beberapa kios yang baru menyiapkan barang dagangannya. Saya ke pameran buku itu sore hari. Sedang pembukaan berlangsung di pagi harinya. Mestinya semuanya sudah siap pajang. Tapi? Ya itulah kenyataannya.
Sudahlah, saya tidak mempermasalahkan tentang pengunjung yang bisa dihitung. Tentang barang dagangan yang belum siap digelar pun bukan masalah yang besar. Niat saya toh untuk melihat �lihat buku dan membeli barang satu dua kalau ada yang menarik hati. Dan benar saja. Di sudut sana ada buku kecil tipis tentang Bill Gates, pendiri Microsoft Corporation yang terkenal dermawan. Saya ambil buku itu dengan penuh ketertarikan. Segel masih utuh. Tapi tampilan buku itu jelas jika bukan buku baru lagi. Saya bawa buku itu ke penjaga untuk menanyakan harga. Lima puluh ribu berapa katanya.
Sekali lagi saya kaget. Buku lusuh itu masih sedemikian mahalnya? Apalagi jumlah halamannya paling seratusan lebih. Saya urung membelinya meskipun saya suka. Dua puluh atau tiga puluh ribu saya mungkin masih mau. Tapi lima puluh lebih, terlalu mahal bagi saya. Ini buku terjemahan, kata penjaganya, pantas kalau berharga mahal. Apalagi beberapa saat lalu harga kertas naik, ditambah lagi harga BBM juga ikut naik. Wajar kalau pameran buku ini sepi pengunjung. Tidak seramai pameran mebel misalnya. Uang segitu hanya untuk membeli beberapa lembar kertas tentu sayang. Terlebih jika harus tarik ulur dengan harga sembako. Tentu saja harga buku berada di urutan ke sekian. Yang terakhir bisa saja.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa sepinya pengunjung dikarenakan minat baca masyarakat Pacitan masih rendah. Orang masih suka menonton televisi daripada membaca buku. Lebih suka mengobrol daripada merenungkan makna dari tiap kalimat yang ada di lembar � lembarnya. Pendapat seperti itu tidak sepenuhnya salah. Bukan hanya di Pacitan. Di seluruh wilayah Indonesia ini masih banyak yang belum suka membaca. Berarti rugi mengadakan pameran buku itu. Biaya operasionalnya tentu banyak. Sedang buku yang terjual sedikit. Tidak, saya kira.
Bulan mei yang lalu, Universitas Harvard dan Universitas California San Diego melaporkan pengamatan mereka terhadap perokok dan komunitas di sekeliling mereka dalam The New England Journal of Medicine. Dari pengamatan selama 32 tahun itu diketahui bahwa seorang perokok akan berhenti merokok saat orang dekat di sekitar mereka juga berhenti merokok. Begitu juga sebaliknya. Seorang bukan perokok akan berganti menjadi seorang perokok saat orang di sekitar mereka juga merokok. Seseorang cenderung terpengaruh daripada mempengaruhi orang lain.
Dengan demikian, meskipun sepi pengunjung dan pembeli, pameran buku itu tidak sia � sia. Pameran � pameran buku semacam ini merupakan usaha yang baik untuk mempengaruhi orang yang belum punya minat membaca agar mendapatkan minatnya. Jika dalam sebuah kelompok yang terdiri dari sepuluh orang, misalnya, ada empat saja separuh saja yang suka membaca, kita bisa berharap yang separuhnya lagi akan ketularan. Dan kesepuluh orang ini nantinya yang juga akan menularkan minat baca kepada komunitas � komunitas yang lain.
Pameran buku di sebuah kota kecil Nampak seperti sebuah usaha terlalu idealis yang tidak menguntungkan. Memang, tapi usaha kecil ini jika dilakukan secara kontinyu dan terjadwal, bukan tidak mungkin jika grafik pengunjung pameran buku akan terus meningkat. Karena efeknya yang seperti penyakit menular inilah, kita berharap bahwa pameran buku semacam itu, dan usaha � usaha lain semacam bedah buku, akan terus ada meskipun sepi. Dan sore itu saya keluar dari tempat Pacitan Book Fair dengan menenteng buku murah seharga lima ribu rupiah saja bagi anak saya. Saya yakin, buku tipis itu akan bermanfaat baginya.

Untuk membaca artikel tentang minat baca, silahkan klik membaca buku di sini.


Post a Comment

Previous Post Next Post