Latest News

Wednesday, April 9, 2008

BERCERMIN PADA IBU PENDIDIKAN DI JEPANG

�Salah satu kriteria dari wanita yang saya inginkan adalah yang seperti ini�, kata teman saya sembari meletakkan koran, dengan halaman tentang keinginan aktris Hollywood, Eva Longoria, mengajari anak-anaknya tiga bahasa yang dia dan suaminya kuasai bahasa inggris, Spanyol dan Prancis, dihadapan saya. Kriteria dari wanita yang diidam-idamkan teman saya itu cukup berderet. Wanita itu harus cerdas dan mempunyai visi pendidikan anak-anak seperti Eva Longoria, cantik, penyayang, berkarakter kuat dan, wanita itu harus bersedia tinggal di rumah!.

Saya kira, lima kriteria pertama yang dia sebut adalah kriteria standar saja. Semasa menjadi mahasiswa keguruan, dia dikenal luas sebagai mahasiswa cerdas dan kritis. Kalau dia menginginkan wanita yang cerdas dan bervisi pendidikan anak-anak, lumrah saja. Lagipula dia juga berparas tampan dan berkepribadian. Maka sangat-sangat wajar kalau dia menginginkan wanita yang sepadan. Tetapi kriteria terakhir yang dia sebut-bersedia tinggal di rumah-saya agak ragu. Apakah masih tersisa wanita cerdas dan berpendidikan tinggi saat ini yang bersedia menjadi ibu rumah tangga biasa? �Saya memang belum menemukannya�, jawab teman saya itu. Nah!

POSTMODERNISME

Waktu teman saya habis untuk mencari istri idaman. Tanpa dia sadari, usianya telah menginjak tahun yang ke 31, dan dia belum menikah. Hanya saja, saya hargai kegigihannya dalam mempertahankan keyakinannya. Sistem pendidikan yang tidak karuan saat ini, tingginya tingkat kenakalan remaja, bahaya narkotika dan betapa mudahnya setiap orang terpengaruh hal-hal negatif, membuat teman saya berpikir tanpa ketergesaan lalu berkesimpulan bahwa dia harus menyiapkan segala sesuatunya dengan benar sedari awal. Dan salah satu sendi dari �awal yang benar� itu adalah istri yang bersedia tinggal di rumah, yang mengurus rumah, mendidik dan menyiapkan anak-anaknya. Bisa saya terima. Tetapi, adakah?

Menurut riwayat yang bisa kita percayai keabsahannya, ludruk kesenian khas Jawa Timur, dimainkan oleh para lelaki dan tidak menyisakan satupun peran bagi perempuan-kalau ada karakter perempuan dalam ludruk, pasti dilakonkan oleh seorang laki-laki-karena sangat tabu bagi wanita untuk keluar rumah. Ini terjadi di masa awal-awal ludruk dipertontonkan untuk konsumsi umum. Konon pun, olimpiade pertama tertutup bagi perempuan dengan alasan yang sama. Memang, itu dulu. Lalu? Semuanya berubah drastis saat ini. Dari penelitian para ilmuwan, diketahui bahwa saat ini kita tengah berada pada masa yang disebut sebagai posmodernisme yang ditandai dengan beralihnya kendali kekuasaan di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik dari tangan para raja, bangsawan dan tuan tanah, ke tangan pemilik modal, pekerja dan pemikir. Posmodernisme juga mengindikasikan hilangnya tolok ukur yang dijadikan pegangan untuk menilai yang benar dari yang salah, yang baik dari yang buruk. Tidak ada patokan untuk dipedomani sebagai pegangan dalam menjalani hidup. Semuanya labil. Pola pikirpun berubah. Negatif menjadi positif, positif menjadi negatif. Wanitapun keluar rumah (baca : bekerja). Bukan hanya, kadang, berpenghasilan lebih banyak daripada pria, tapi juga melakukan pekerjaan-pekerjaan pria karena apa yang disebut sebagai kesetaraan gender telah melegalkannya. Semuanya tampak alamiah saja. Sedikit yang sadar akan adanya perubahan-perubahan yang mendasar. Orang yang secara kritis mengkritik, tambah sedikit lagi. Sudah zamannya, katanya.

WANITA IDOLA

Lagipula, banyak wanita-wanita karir yang bisa dijadikan idola. Jemari anda tidak akan cukup untuk menghitung banyaknya wanita selebritis yang cantik dan tenar. Menawan hati setiap orang. Dan, walaupun tidak sebanyak yang mengidolakan selebritis, banyak pula wanita yang mengidolakan tokoh-tokoh kaum hawa ini yang menonjol dan berpengaruh di bidang sosial (bunda Theresa) dan politik (Margareth Tatcher). Saya dan anda tidak bisa menyalahkan para wanita yang terpengaruh dan mengidolakan mereka. Karena kondisi sosial, budaya dan agama dari setiap orang akan sangat menentukan kepada siapa mereka akan menentukan idola-di luar sifat manusia itu sendiri yang cenderung lebih mudah terpengaruh daripada mempengaruhi. Sekarang, saya akan tuliskan sedikit dari kisah hidup Margareth Tatcher sehingga anda akan tahu mengapa banyak orang (wanita) yang mengidolakan dia.

Margareth Tatcher, Perdana Menteri Inggris pada tahun 1980-an, adalah sosok wanita yang cerdas dan tegar serta sangat mandiri. Dia berasal dari keluarga sederhana saja. Tetapi dia dapat menyelesaikan kuliahnya di Oxford University, universitas paling bergengsi di Inggris, dengan membawa dua gelar kesarjanaan. Anak dari keluarga sederhana itu adalah sarjana keluaran Oxford dalam bidang kimia dan hukum sekaligus. Sampai di sini, sebetulnya, dia sudah layak untuk diidolakan. Kalau anda merasa itu sesuatu yang biasa saja, mari kita lanjutkan.

Ketika Tatcher menjadi pemimpin Partai Konservatif, dia melihat bahwa Inggris mengalami kemunduran. Inggris pernah menjadi negara yang kuat � anda dapat mempercayai hal ini jika anda menghitung berapa jumlah negara yang pernah menjadi jajahan Inggris dan dari dijadikannya bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional. Inggris juga sangat dikagumi karena prinsip demokrasinya dan kemajuan bisnisnya. Maka, Tatcher mengusung slogan �Inggris telah kehilangan arahnya� untuk kepentingan politik partai yang dipimpinnya. Rakyat Inggris, saat itu, percaya bahwa Tatcher adalah kandidat yang paling baik untuk menduduki kursi Perdana Menteri. Dan dia terpilih.

Ketika menjadi Perdana Menteri, dia mengaplikasikan program-programnya menjadi serangkaian aksi yang tegas. Dengan sangat percaya diri dia mengatakan bahwa dia dapat menyelamatkan Inggris di saat tak seorangpun yang dapat melakukannya. Tetapi dia memang layak dipercaya � anda masih ingat bahwa dia mampu menjadi penguasa karena kecerdasan dan kerja kerasnya. Dalam beberapa tahun kepemimpinannya, Inggris menjadi sebuah negara yang berbeda, seperti yang diharapkan rakyat Inggris sebelumnya. Kalau sampai sinipun anda masih merasa bahwa apa yang dilakukan Tatcher merupakan hal yang biasa saja, saya minta anda menyebutkan orang, di zaman ini, yang melampaui pribadinya.

Saya melihat anda, akhirnya sependapat dengan saya bahwa tidak heran jika Tatcher menjadi idola para wanita, yang lalu menjadikannya inspirasi untuk menapaki jenjang karir dan banyak meninggalkan rumah, sembari berharap bahwa mereka akan berbuat banyak untuk orang lain. Tapi benarkah hanya ada satu jalan untuk mengerjakan hal-hal bermanfaat bagi orang banyak? Mari kita lihat kemungkinannya.

KYOIKU MAMA, IBU PENDIDIKAN

Saya menemukan, kemungkinan bagi wanita untuk berbuat besar tanpa harus keluar rumah (bekerja) ketika saya membaca kopian artikel Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan Indonesia, yang dikirimkan teman saya melalui e-mail. Terus terang, sebelum saya membaca artikel itu, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan Kyoiku Mama. Dan saya benar-benar merasa �wah�. Setelah saya membacanya, paradigma saya berubah total.

Kyoiku Mama adalah istilah yang mengacu pada Ibu-ibu Jepang yang terus menerus mengembangkan bakat anak-anak mereka dan menyekolahkan mereka di Universitas terbaik. Seorang pengamat Jepang, Reingold, mendefinisikan Kyoiku Mama sebagai berikut : She becomes directly involved in and identified with the child�s succes or failure. Terjemahan bebasnya : Para ibu pendidikan itu secara langsung terlibat dalam kesuksesan atau kegagalan anak-anaknya. Dan mereka juga dinilai berdasarkan kesuksesan atau kegagalan mereka.

Sebelum kita bahas lebih jauh, coba anda reka-reka, apa yang membuat para kaum feminis meneriakkan dengan lantang kesetaraan gender? Otak saya yang baru bisa berpikir dengan sederhana menemukan bahwa kaum wanita menolak stereotype yang selama ini melekat pada mereka : yang �konco wingking� dan yang hanya berhak atas dapur, sumur dan kasur. Tidak lebih. Maka mereka berjuang untuk membuktikan bahwa mereka juga mampu berkarya sebagaimana laki-laki. Lalu rumah ? Urusan rumah serahkan saja pada wanita lain, wanita upahan dan yang tak berpendidikan atau berpendidikan rendah (pembantu). Selesai sudah. Dan lambat laun, semua berjalan sesuai harapan.

Tapi, Jepang bekerja dengan paradigma yang benar-benar berbeda. Jepang dikenal dengan negara yang sangat teguh memegang tradisi. Di sana dikenal istilah Ryosai Kentro (istri yang baik dan ibu yang arif) suatu kebijakan yang memposisikan kaum wanita sebagai �penguasa rumah�, yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di rumah. Dari mulai pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, masalah keuangan, dan pendidikan anak.

Hal terakhir ini, mengurusi pendidikan anak, adalah celah bagi wanita untuk berkiprah tanpa harus �keluar rumah�. Sumber daya manusia memegang peranan paling penting untuk mencapai kemajuan bangsa. Kalau anda mendapatkan kosa kata Pekerja Jepang anda akan menemukan beberapa kata yang bersanding dengan kata itu. Kata-kata itu adalah etos kerja yang tinggi, disiplin dan penghargaan penuh atas nilai-nilai yang menjadi ciri khas Jepang.

Jika karakter adalah sesuatu yang dikerjakan secara terus menerus (kebiasaan) maka tempat manakah yang lebih baik daripada rumah untuk mengajarkan dan melatih menerapkan nilai-nilai? Ibu-ibu pendidikan Jepang, Kyoiku Mama, mengajarkan disiplin, pengorbanan, kerja sama dan kesederhanaan di rumah. Sekolah, yang mengajarkan hal-hal akademis, tidak direpotkan lagi dengan masalah-masalah perilaku anak didik karena nilai-nilai luhur telah melebur dalam karakter setiap siswa sejak dari rumah.

Anda tak perlu heran jika para ibu di Jepang memiliki gelar kesarjanaan yang mentereng, walaupun mereka �hanya� bertugas mengurusi rumah. Sebab pendidikan yang mereka tempuh selama ini tidak sia-sia hanya karena mereka lebih memilih memperjuangkan pendidikan anak-anak mereka ketimbang mengejar karir dan cita-cita. Hanya karena mereka lebih suka banyak tinggal di rumah untuk membuat makan siang, mencuci dan menyetrika seragam sekolah dan terus menerus memotivasi anak-anaknya untuk bekerja keras meningkatkan prestasi akademis mereka. Anda tidak perlu heran jika mereka lebih senang disebut sebagai wanita yang sukses lantaran telah mencetak anak-anaknya yang berhasil, bukan atas keberhasilan karir mereka sendiri. Tapi anda harus heran atas betapa berhasilnya sistem ini dalam meningkatkan laju kemakmuran Jepang.

Entah anda wanita karir atau bukan, anda tahu bahwa banyak kepuasan yang anda dapatkan ketika anda bisa berkiprah di luar rumah. Kesuksesan demi kesuksesan yang anda raih adalah kesuksesan anda sendiri yang membanggakan. Dan saya, seorang bapak, berandai-andai bila semua wanita Indonesia adalah Kyoiku Mama lalu setiap keluarga mengantarkan dua orang saja dari anak-anaknya untuk mencapai kesuksesan. Betapa banyak yang telah dilakukan oleh seorang wanita.


No comments:

Post a Comment

Tags

Recent Post