Kisah Peniup Terompet dan Tikus


Saudara � saudara, benar, baru tadi malam saya keluar rumah untuk melihat perayaan pergantian tahun di alun � alun Pacitan. Sebelumnya saya tidak pernah ikut merayakan pergantian tahun. Melihat sekian banyak orang yang menyaksikan pertunjukan music di alun � alun, di hampir jam dua belas malam dibacakan doa dan di hampir jam dua belas lewat dilakukan penghitungan mundur dan setelah angka satu diucapkan, terdengar bersahut � sahutan suara terompet diiringi pijaran kembang api yang berlomba merayap ke angkasa, menghiasi langit malam sekaligus menambah kebisingan.

Try JibJab Sendables� eCards today!


Saya keluar dengan teman saya. Teman yang mengaku merinding ketika terdengar suara terompet dan ledakan kembang api yang menandakan pergantian tahun.
�Jadilah saksi�, kata teman saya, �Bahkan dalam hal terompet untuk menandai pergantian tahun pun status kita hanyalah sebagai pengikut. Jangan engkau berpikir tentang berapa rupiah yang harus dihabiskan pemerintah daerah untuk membeli kembang api. Apakah engkau tidak merasa sedih saat bertemu sekian banyak orang yang bangga, betul � betul bangga hanya sebagai pengikut?�
Kembang api belum usai saat kami menghidupkan sepeda motor. Pikir kami, jika menunggu kembang api selesai, tentu jalanan menjadi macet karena sekian banyak orang berebut pulang. Namun yang memiliki pemikiran seperti ini bukan hanya kami. Maka, tak pelak kami terjebak dalam kemacetan.
�Mengapa kita semua bangga hanya sebagai pengikut? Apakah jika kita membunyikan terompet di malam tahun baru, kemudian kita merasa bahwa kita telah menjadi orang yang modern? Apakah kemoderenan itu? Apakah Amerika menjadi makmur seperti sekarang karena mereka meniup terompet?�
Teman saya terus saja berkicau. Namun saking percaya dirinya ia dengan buah pikirannya itu, saya pun tertular; saya ikut � ikutan miris.
�Mengapa kita berhenti pada hal � hal yang �kulit� seperti itu. Tapi jika kita melongok isi, kita tetap saja bodoh, miskin dan terbelakang.�
Sampai di rumah, karena belum mengantuk, saya menyalakan televisi yang menyiarkan film The Da Vinci Code. Belum berakhir film itu saya tersadar bahwa belum ada film yang dilandasi riset mendalam seperti The Da Vinci Code di Indonesia.
Teman saya benar.

Post a Comment

Previous Post Next Post