Ada yang membuat teka - teki tentang perbedaan orang Amerika dengan Indonesia. Teka - teki itu berbunyi: "Apa perbedaan orang Amerika dengan orang Indonesia?"
Tentu saja pertanyaan yang mudah untuk dijawab dan jawabannya cuma satu: "Banyak"
Namun jika dikaitkan dengan terorisme perbedaan itu adalah: "Jika Amerika dibom, banyak orang yang belajar Islam. Jika Indonesia dibom, banyak yang phobia dengan Islam"
Mengapa demikian? Karena masyarakat Amerika adalah masyarakat literer. Mereka doyan membaca. Ketika berita mengabarkan tentang teroris mereka tidak hanya berhenti pada fakta bahwa teroris yang melakukan kejahatan di negara mereka adalah orang yang beragama Islam. Faktanya memang demikian.
Alih - alih berhenti pada fakta, mereka mencari buku - buku tentang ajaran Islam. Apakah memang Islam mengajarkan terorisme? Semakin banyak yang mereka baca, semakin mereka sadar bahwa Islam tidak pernah mengajarkan terorisme - dan ini adalah realitanya. Teroris yang melakukan peledakan di WTC adalah muslim yang berpemahaman menyimpang. Malahan, kabarnya banyak dari orang Amerika yang kemudian memeluk Islam setelah peledakan WTC.
Namun orang Indonesia adalah bagian dari masyarakat yang masih mengunggulkan budaya menonton. Mereka sudah cukup puas dengan melihat fakta di televisi. Ketika pelaku teroris memanjangkan jenggot dan bersorban, banyak yang berkesimpulan bahwa orang yang memanjangkan jenggot adalah teroris atau simpatisan teroris.
Wanita yang yang bercadar pun dianggap sebagai istri teroris yang harus dijauhi dan dicurigai.
Padahal tidaklah demikian.
Jangan berhenti pada fakta, kita harus puas jika sudah sampai pada realita.
Catatan: Saya berjenggot, namun saya bukan seorang simpatisan, apalagi seorang teroris. Sampai mati saya yakin bahwa terorisme adalah tindakan yang ghuluw (berlebih - lebihan) dalam Islam yang dilarang oleh Nabi Muhammad Sholallohu 'alaihi wasallam.
Post a Comment