Ada yang menarik dari Lydia Freyani Hawadi dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar tetap Ilmu Psikologi Pendidikan pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia di Depok, hari rabu kemarin. Lydia menyatakan bahwa Indonesia disebut � sebut sebagai sebagai negara yang mengharuskan semua anak memiliki kemampuan intelektual yang sama. Padahal karakteristik dari siswa kita sangat beragam dari sisi potensi, minat, bakat, motivasi, gaya belajar, budaya, dan ekonomi.
Oleh karena itulah pendidikan kita seolah belum mampu melahirkan manusia � manusia yang terlibat dalam persaingan dunia.
Dulu, ketika masih seumuran SD, ada anggapan bahwa anak yang cerdas adalah anak � anak yang mampu menyelesaikan soal � soal matematika yang sulit. Mereka yang cemerlang dalam pelajaran inilah yang sering dibangga � banggakan guru dihadapan murid � murid lainnya. Sedangkan mereka yang memiliki kecerdasan di bidang bahasa atau mata pelajaran lain, dianggap sebagai murid �kelas dua� setelah siswa yang cerdas di mata pelajaran berhitung.
Namun, marilah kita simak kehidupan teman � teman saya yang cerdas di SD dulu saat ini. Sebutlah A misalnya. Ia adalah teman saya yang benar � benar unggul di matematika. Tak ada yang lebih cerdas daripadanya meskipun anaknya pak camat yang juga menjadi teman sekelas kami. Namun, sekarang ia menganggur. Saya sangat menyayangkan hal ini.
Teman saya yang lain, juga pandai di matematika, namun ia memiliki kecerdasan yang sama untuk mata pelajaran lainnya � kemampuannya menggiring bola, selincah kancil. Namun, sekali lagi, pekerjaan yang dilakoninya sekarang ini, menurut saya, tidak mencerminkan kecerdasannya yang luar biasa.
Dua teman saya di atas tentu akan memberikan sumbangsih yang lebih kepada masyarakat, jika kecerdasan yang mereka miliki dapat dikelola dengan baik oleh pendidikan seperti yang dikatakan oleh Lydia di atas.
Post a Comment