Keinginan melakukan rintisan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI) dilatarbelakangi oleh alasan-alasan berikut. Pertama, era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutuproduk. Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Keunggulan sumber daya manusia ( SDM ) merupakan kunci daya saing karena SDM lah yang akan menentukan siapa yang mampu menjaga kelangsungan hidup, perkembangan, dan kemenangan dalam persaingan.
Kedua, rintisan penyelenggaraan SBI memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Pasal 50 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidkan nasional (UUSPN 20/2003) yang menyebutkan bahwa � Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional�. Dan Surat Keputusan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional No. 230/C3/KEP/2008 tanggal 8 Februari 2008, Tentang Penetapan Sekolah Menengah Pertama sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional tahun 2008.
Ketiga, penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme ( fungsionalisme ). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melelui proses pendidikan yang bermartabat, proses perubahan ( kreatif, inovatif, dan eksperimentif ), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat, dan minat peserta didik. Jadi peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan spiritualnya.
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun global. Terkait dengan tuntutan globalisasi pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainnya. Misalnya pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be).
B. PENGERTIAN SBI
SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Dengan pengertian ini, SBI dapat dirumuskan sebagai berikut :
SBI = SNP + X
Di mana SNP adalah standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi : kompetensi llulusan, isi proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian; dan X merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adapsi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional.
Lulusan SBI diharapkan, selain menguasai SNP di Indonesia, juga menguasai kemampuan-kemampuan kunci global agar setara dengan rekannya dari negara-negara maju. Untuk itu pengakraban peserta didik terhadap nilai-nilai progresif yang diunggulkan dalam era global perlu digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan SBI. Nilai-nilai progresif tersebut akan dapat mempersempit kesenjangan antara Indonesia dengan negara-negara maju, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknologi. Perkembangan ekonomi dan teknologi sangat tergantung pada penguasaan disiplin ilmu keras ( hard science ) dan disiplin ilmu lunak ( soft science ). Disiplin ilmu keras ( hard science ) meliputi matematika, fisika,kimia, biologi, astronomi, dan terapannya yaitu teknologi komunikasi, transportasi, manufaktur, konstruksi, bio energi, dan bahan. Disiplin ilmu lunak ( soft science )meliputi sosiologi, ekonomi, bahasa asing ( Inggris utamanya), dan etika global.
C. VISI, MISI DAN TUJUAN SBI
Mengacu pada visi pendidikan nasional dan visi Depdiknas, maka visi SBI adalah �terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional�. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia Indonesia yang memiliki kompetensi bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif terarah, terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain.
Berdasarkan visi tersebut, maka misi SBI adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.
Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional sekaligus. Lulusan yang berkelas nasional secara jelas telah dirumuskan dalam UU No. 20/2003 dan dijabarkan dalam PP 19/2005, dan lebih dirincikan lagi dalam Permendiknas No. 23/2006 tentang standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang bunyinya sebagai berikut :
Pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Perlu dicatat bahwa sebagai upaya untuk mengembangkan pendidikan bertaraf internasional, BSI harus tetap memegang teguh untuk mengembangkan jati diri / nilai-nilai bangsa Indonesia.
D. STANDAR SBI
Mengingat SBI merupakan upaya sadar, intens, terarah, dan terencana untuk mewujudkan citra manusia ideal yang memiliki kemampuan dan kesanggupan hidup secara lokal, regional, nasional, dan global. Maka perlu dirumuskan rumus SBI yang meliputi output, proses, dan input.
Pertama, output / lulusan SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Kedua, proses penyelenggaraan SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai ( religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih ).
Ketiga, input adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai. Input penyelenggaraan SBI yang ideal untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang bertaraf internasional meliputi peserta didik baru ( intake ) yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Intake ( peserta didik baru ) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara.
E. MODEL-MODEL PENYELENGGARAAN
Model penyelenggaraan menurut SBI menurut UU No.20 / 2003 ada 3 jenis, yaitu :
1. Sekolah Nasional
2. Sekolah Asing
3. Sekolah Franchise Asing
Sekolah Nasional adalah sekolah yang menerangkan ketentuan nasional secara utuh. Sekolah ini tidak dicampuri oleh sistem pendidikan negara lain.
Sekolah Asing adalah sekolah yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah NKRI, yang peserta didiknya adalah warga negara asing dan menggunakan sistem yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah RI. Pemerintah Indonesia tidak mengurus jenis sekolah ini, kecuali pemberian izin pendirian.
Sekolah Franchise Asing merupakan lembaga pendidikan dasar dan menengah asing yang terakreditasi di negaranya diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan di wilayah NKRI dengan menggunakan kurikulum asing dengan catatan wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik WNI dan wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah NKRI, yaitu dengan mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan dari Indonesia.
SBI meskipun bertaraf internasional, sistemnya menggunakan sistem pendidikan nasional Indonesia, baik kurikulum, pendidikan, dan ketentuan lainnya.
Pada dasarnya SBI adalah sekolah Indonesia yang menerapkan SNP Indonesia plus pengayaan/penguatan/pendalaman internasional yang digali dari sekolah-sekolah dalam dan luar negeri.
Model Pengembangan Sekolah yang Ada ( Exciting Develoved SBI )
Pengembangan SBI juga dapat dilakukan dengan mengembangkan sekolah yang telah ada saat ini, khususnya sekolah yang memiliki mutu bagus ( misalnya SSN yang baik atau kategori formal mandiri ) dan memiliki guru profesional, kepala sekolah yang tangguh, dan sarana serta prasarana yang memungkinkan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Pola ini jauh lebih murah, namun memerlukan tahapan yang jelas, terencana dan sistematis. Perlu disadari bahwa mengubah sekolah dengan kondisi seperti saat ini menjadi bertaraf internasional tidak . Membangun gedung dan melengkapi fasilitas mungkin dapat dilakukan dengan relatif cepat. Namun, meningkatkan mutu guru, menyiapkan sistem manajemen, dan mengubah budaya sekolah merupakan tantangan besar yang harus disadari sejak awal.
Oleh karena itu, jika ingin mengembangkan SBI dari sekolah yang sudah ada saat ini, perlu diterapkan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut : dimana kita saat ini ( kondisi sekolah saat ini ), kemana kita akan pergi ( kondisi sekolah saat sudah menjadi SBI yang sesungguhnya), bagaimana caranya kita mencapai ke sana ( strategi/tahapan pencapaian ), dan bagaimana caranya mengetahui bahwa kita telah mencapai SBI ( monitoring dan evaluasi ). Dengan membandingkan kondisi saat ini dengan kondisi ideal menjadi SBI akan diketahui kesenjangan yang ada, baik fasilitas, guru, manajemen, kultur sekolah, dan sebagainya. Kesenjangan itulh yang harus didekatkan atau bahkan dihapuskan melalui strategi dan pentahapan yang jelas.
F. MODEL PENGEMBANGAN
1. Model Pengembangan Sekolah yang Ada
2. Model Kemitraan
G. STRATEGI PEMBIAYAAN
Penyelenggaraan SBI memerlukan biaya yang memadai. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa SBI memerlukan input dan proses yang memadai untuk mencapai output yang bertaraf internasional. Input, kurikulum, guru, maupun sarana dan prasarana harus dipersiapkan agar bertaraf internasional, sehingga memerlukan biaya besar. Proses belajar mengajar SBI menerapkan pendekatan-pendekatan yang kreatif, inovatif, dan eksperimentif sehingga dukungan dana yang besar sangat diperlukan. Pertanyaannya adalah �Siapa, membiayai berapa banyak, untuk apa ?�
Berdasarkan kesepakatan-kesepakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka proporsi pembiayaan SBI dapat diformulasikan sebagai berikut. Pemerintah Pusat membiayai 50 %, Pemerintah Daerah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. Formulasi ini bukan harga mati. Artinya bagi daerah-daerah yang kaya, mereka dapat nirkontribusi lebih dari besarnya prosentase tersebut.
Bagi peserta SBI yang lemah secara ekonomi dapat didukung pembiayaannya melalui subsidi silang dari peserta didik yang mampu. Hal ini penting digarisbawahi agar SBI merupakan sekolah untuk semua dan bukan untuk sekolah eksklusif yang diperuntukkan bagi kaum mampu semata.
Mengingat keterbatasan dana dari pemerintah pusat dan daerah, maka strategi pembiayaan SBI ke depan harus mempertimbangkan kontribusi dari masyarakat.
H. TUGAS DAN FUNGSI JAJARAN BIROKRASI DEPDIKNAS
Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah adalah : (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan , (2) merumuskan standar, (3) membimbing melalui pemberian pedoman, pelatihan, dsb, (4) mengatur melelui penerbitan legislasi dan regulasi, dan (5) mengawasi pelaksanaan dan mengevaluasi SBI. Tugas dan fungsi ini secara teknis akan dilakukan oleh masing-masing Direktorat Pembinaan TK dan SD, SMP, SMA, dan SMK.
Tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Propinsi adalah melaksanakan kebijakan, Depdiknas melalui : (1) penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan, standar, legislasi dan regulasi, dan pedoman-pedoman yang disusun oleh Depdiknas, (2) pemberian bimbingan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan sekolah-sekolah khususnya SD dan SMP melalui pelatihan, lokakarya.
Secara umum tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota adalah memberikan pelayanan dalam penyelenggaraan SBI di Kabupaten/Kota masing-masing melalui : (1) penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan, standar, legislasi dan regulasi, dan pedoman-pedoman yang disusun oleh Depdiknas untuk SD dan SMP yang melaksanakan SBI, (2) pembinaan, pengurusan, dan pembimbingan SBI untuk SD dan SMP melalui pelatihan, lokakarya, diskusi kelompok terfokus dsb., (3) pemberian pelayanan terhadap SBI dalam mengelola seluruh aset atau sumber daya pendidikan yang meliputi guru, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, buku pelajaran, dana pendidikan dsb., (4) pengkoordinasian dan penyerasian pelaksanaan SBI untuk Sd dan SMP, dan (5) pelaksanaan pengawasan dan evaluasi SBI serta pengembangannya di Kabupaten/Kota masing-masing.
Post a Comment