Suatu kali ku lihat sebuah tanda tanya kecil di foto paling tampanku
Terselip di kaca bifet ruang keluarga
Ku simpan Tanya mengapa
Sembari meyakinkan diri bahwa ia adalah buah tangan si buyung
Yang lagi belajar menulis dengan semangatnya.
Lalu beberapa hari lalu
Kulihat telah bertambah tanda Tanya
Kini lima jumlahnya di saku, leher, jidat, mata dan telinga
Pikirku foto ini kupajang bukan untuk dicoreti Tanda Tanya
Lalu siapa yang begitu tega?
Kutanya si buyung, dengan manis, tidak jawabnya
Kuulangi lagi setengah menginterogasi dan memaksa
Kukuh ia dengan kata tidaknya.
Lalu siapa orangnya? Mestikah ia genderuwo kali gerindulu
Yang kemarin lalu kuambil pasirnya sedikit untuk menutupi lubang halaman?
Sedang memberi tanda untuk eksekusi malam berikutnya?
Ah, takhayul seperti itu tidak senada dengan orang moderen dan beragama.
Namun siapa suruhan siapa?
Esok harinya bertambah lagi satu tanda Tanya
Juga esoknya dan esok berikutnya.
Dan kekurang-ajarannya telah memenuhi seluruh foto pria tampan sedunia
Kini ia adalah secarik kertas penuh tanda Tanya.
Kuambil foto itu dengan masygul
Meratapi nasib sialku ancang - ancang ku remas foto itu
Ku campakkan di tempat sampah
Namun tak jadi ketika
Tulisan di sebalik foto yang bertanda tanya itu terbaca:
�Sampai kapan kau kan jadi milikku?�
Terjawab sudah
Pasti ia, pasti ia pelakunya
Kutenteng foto itu ke dapur
Sambil seluruh dada penuh sesak dengan kesal tiada kira
Bersiap muntah kata � kata marah tak terkendali
Namun,
Suara sendok dan gelas yang beradu mengurungkan niatku
Sambil tersenyum istriku menyodorkan kopi pagi seperti biasa
Kopi itu tidak seperti kemarin lusa, lebih lezat kurasa
Nampaknya perasaan suka akan kekhawatiran orang yang mencinta
Membumbu kopi hingga ia terkecap beda.
Post a Comment