Setiap hari saya selalu meluangkan waktu menonton sebuah adegan dari film favorit saya, The 13th Warrior. Adegan terakhir dari film itu, saya rasa merupakan adegan paling baik dari keseluruhan film. Digambarkan saat para ksatria berhadap � hadapan dengan sejumlah besar musuh, mereka bersama � sama mengucapkan doa perang yang berbunyi: �LO,THERE DO I SEE MY FATHER...LO, THERE DO I SEE MY MOTHER AND MY SISTERS AND MY BROTHERS...LO,THERE DO I SEE THE LINE OF MY PEOPLE BACK TO THE BEGINNING...LO, THEY DO CALL TO ME. THEY BID ME TAKE MY PLACE AMONG THEM IN THE HALLS OF VALHALLA WHERE THE BRAVE MAY LIVE FOREVER...!!!�
Lalu mereka berperang dengan kemampuan dan keberanian seorang ksatria yang berakhir dengan terbunuhnya pemimpin pasukan musuh yang membuat sisa pasukan melarikan diri ketakutan. Perang berakhir dan para ksatria memenangkan pertempuran sengit itu. Di akhir itulah, pemimpin para ksatria duduk, menancapkan pedangnya dan mati di tempat duduk itu sebagai seorang lelaki.
Lelaki adalah kata yang paling saya sukai. Sebab kata itu menggambarkan kehormatan, kekuatan, pengorbanan dan cinta sekaligus. Para ksatria dalam film The 13th Warrior menunjukkan pada sesama peran mereka sebagai lelaki yang berani mengorbankan diri mereka demi kelangsungan hidup orang banyak, yang kuat dan karena itu mereka menjadi terhormat. Saya berusaha untuk terus melihat potongan film itu agar terus tertanam dalam jiwa saya jiwa seorang lelaki sejati. Yang bukan pengecut dan sembunyi di bawah ketiak orang lain. Yang rapuh dan tergantung kepada orang lain. Setiap kali melihat film itu saya merasa kuat.
Saudara, ketika kami berada di Watukosek, ada beberapa lelaki yang hilang kelelakian mereka dan hanyut dalam kepengecutan yang tak pantas disandang. Keadaan yang jauh dari rumah membuat mereka bergaul terlalu bebas dengan lawan jenis dan tanpa mereka sadari mereka telah terjerat cinta lokasi. Sangat memprihatinkan saat mereka adalah lelaki dan wanita yang sudah beristri suami. Yang sudah beranak pinak. Keadaan seperti ini bisa jadi dimaklumi jika terjadi pada seorang yang masih bujang. Tapi orang yang sudah berketurunan saudara � saudara. Apakah pantas?
Seorang lelaki memainkan ponselnya saat malam larut. Saat seharusnya dia beristirahat untuk bekerja lagi esok hari. Di seberang sana, seorang wanita juga memainkan ponselnya. Keduanya asyik dalam perbincangan yang tak pantas. Keduanya merasa bahwa yang mereka lakukan legal dan oke � oke saja. Begitu terus saban hari.
Suatu saat, sambil bercanda, saya mencoba mengingatkan sang lelaki untuk sadar dan tidak meneruskan perbuatan tercela itu. Dia Cuma tersenyum dan menyesal mengapa ia sudah menikah. Coba kalau belum. Lalu dia menyenandungkan sebuah lagu yang saya tidak ingat liriknya, Cuma intinya dia mau mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak ingin mengkhianati istrinya tapi ia juga tidak mampu menjauhi wanita yang menarik hatinya di asrama itu.
Para wanita berkuasa karena para lelakinya lemah. Lelaki adalah penakluk wanita. Tidak ditaklukkan oleh wanita. Mereka menjadi penakluk wanita yang kini telah menjadi istri mereka. Namun, jika mereka berselingkuh setelah mampu menaklukkan wanita, sejatinya mereka tidak sedang menaklukkan wanita selanjutnya. Tapi mereka tengah ditaklukkan oleh seorang wanita. Dia tidak mampu menghindar dari daya tarik sang wanita lain itu untuk terus setia kepada wanita yang telah ditaklukkannya. Wanita yang telah melahirkan anak � anaknya. Dimana letak kelelakian seorang lelaki ketika mereka berselingkuh. Untuk berselingkuh mereka harus memasang topeng di depan istri � istri mereka. Mereka ketakutan setengah mati jika sampai perbuatan lemah mereka diketahui sang istri. Jika mereka benar � benar lelaki mereka akan mengawini sang wanita. Tidak menyimpannya sebagai seorang selingkuhan. Beranikah ia melakukan itu. Mendudukkan dua wanita di samping kiri dan kanannya? Saya katakan saudara, sejatinya, jika seorang lelaki memiliki seorang selingkuhan, sejatinya ia tidak sedang menaklukkan wanita lain. Tapi ia sedang ditaklukkan oleh wanita. Dan, ini bukan sifat seorang lelaki.
Seorang lelaki harus tetap kuat agar dapat memimpin seorang wanita. Lalu bagaimana dengan seorang wanita yang berselingkuh? Masih banyak perawan saudara. Ceraikan saja. Buktikan bahwa kita adalah sang penakluk. Bukan yang ditaklukkan.
Post a Comment