Kepala sekolah menyodorkan secarik kertas di pagi ketika saya baru saja sampai di sekolah. Kertas yang hanya selembar itu ku kira hanyalah surat ijin biasa. Nyatanya, ia adalah sebuah surat yang berasal dari wali murid yang anaknya telah kehilangan uang di sekolah kemarin hari.
Surat itu diberikan ke saya karena saya wali kelas dari murid yang kehilangan uang. Uang yang hilang cukup besar karena sedianya akan digunakan untuk membayar uang sekolah. Bapak dari anak yang kehilangan uang merasa keberatan untuk mendapatkan pengganti uang yang, katanya, dicuri. Ia hanyalah seorang petani kecil.
Wali murid yang menanda tangani surat itu berharap agar mengusut tuntas kasus hilangnya uang karena uang hilang di sekolah. Dan uang itu dicuri. Wali murid itu percaya uang anaknya dicuri karena anaknya mengaku bahwa sesaat sebelum uang itu hilang, ia masih melihatnya di dalam tas. Ia menunda untuk segera membayarkannya karena harus segera ke kamar kecil. Sekembali dari kamar kecil itulah, uang hilang.
Kepala sekolah merasa sayalah yang harus menyelesaikannya.
Saya tertegun. Saya masuk kelas dengan selembar kertas surat di tangan. Setelah memberi salam, saya menceritakan semua tentang kejadian pagi itu. Saya katakan betapa berat bagi orang tua untuk mendapatkan uang sekolah anak - anak mereka di tengah kondisi ekonomi yang sedemikian.
Lalu, saya meminta anak - anak untuk memejamkan mata dan membayangkan jika saja mereka menjadi bapak yang anaknya kehilangan uang itu. Saya meminta mereka merasakan betapa beratnya perasaan yang harus ditanggung sang bapak. Tiap rupiah yang didapat dengan cucuran peluh di bawah matahari terik itu raib begitu saja.
Lalu saya katakan bahwa saya tidak menuduh siapapun di dalam kelas itu telah mencuri uang. Namun jika salah satu dari mereka telah mengambil uang itu, pastilah ia sedang khilaf.
Untuk itu jika memang ada yang khilaf dan lalu mengambil uang yang bukan miliknya, saya meminta ia mengembalikannya ke kantor guru dari celah bawah pintunya. Dan, karena khilaf, maka ia dimaafkan dan saya menegaskan tidak ada satupun yang mengungkit - ungkit masalah itu lagi.
Bel ganti pelajaran berbunyi. Saya sama sekali tidak mengajar pada jam itu.
Esoknya pak penjaga sekolah mengatakan bahwa ia menemukan segulungan uang di bawah pintu kantor. Saya langsung menyahut bahwa itu adalah uang yang hilang. Lalu berceritalah saya tentang apa yang telah saya lakukan kemarin.
Saya senang karena murid saya telah insyaf dari kekeliruannya.
Post a Comment