PERGURUAN TINGGI BOHONG � BOHONGAN


Kita geli dengan berita tentang beberapa politisi yang ketahuan ijazah perguruan tinggi yang diklaimnya ternyata palsu. Berita seperti ini memang bukan barang baru. Sejak dulu kejadian seperti itu sudah terjadi dan masyarakat luas juga sudah tahu. Bahkan Iwan Fals pun merasa perlu untuk menyindirnya melalui lagunya �Kawanku Punya Teman, Temannya Punya Kawan�. Seperti kita saat ini, Iwan, saat itu, pun pasti tersenyum dalam hati melihat orang � orang yang berbangga � bangga dengan selembar ijazah perguruan tinggi yang sebenarnya aspal
Dalam lagunya itu, Iwan menunjukkan kepada kita bahwa orang akan berbuat apa saja untuk meningkatkan prestisenya di mata orang lain. Termasuk dengan membeli ijazah. Fenomena yang masih saja terjadi hingga masa sekarang ini menunjukkan bahwa budaya belajar kita masih sangat rendah. Orang berlomba � lomba meraih pendidikan tinggi hanya untuk gengsi. Bukan untuk mendapatkan ilmu dan mengembangkan diri. Orang � orang yang berilmu memang selalu mendapat penghormatan yang lebih dari masyarakat. Akan tetapi, menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan penghormatan masyarakat semata � mata, tentu tercela. Apalagi jalan untuk mendapatkan penghormatan itu merupakan jalan yang tidak sah. Dan lebih celaka lagi jika orang yang berusaha mendapatkan ijazah palsu itu bukan hanya untuk mendapatkan penghormatan orang lain tapi juga untuk mendapatkan uang.
Tapi apa mau dikata, jalan untuk mendapatkan ijazah palsu memang terbuka lebar � lebar. Jika Iwan Fals mendendangkan ijazah itu mirip lampu Kristal. Kini, ijazah bak gorengan. Gampang mendapatkannya dan tersedia di mana � mana. Seseorang tinggal mengeluarkan beberapa juta rupiah dan ijazah ada di tangan. Jika mau yang lebih �santun�, seseorang juga bisa �berpura � pura� kuliah � satu semester saja � dan ijazah didapat.
Maka, kita tidak perlu heran jika kemudian tersiar kabar bahwa dari sekitar 2.800 perguruan tinggi swasta, hanya sekitar 50 persen yang layak disebut sebagai Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi swasta hidup dari mahasiswa yang dimilikinya. Jika mereka hanya memiliki segelintir mahasiswa, bagaimana mereka bisa hidup? Karena permasalahan inilah kita mengenal istilah perguruan tinggi papan nama.
Sedikitnya mahasiswa akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di Perguruan Tinggi swasta. Bagaimana seorang dosen akan mengajar dengan baik jika mereka tidak dihargai secara finansial? Kemudian, uang dari mana untuk menyediakan fasilitas pendukung perkuliahan? Lulusan dari perguruan tinggi semacam ini tentu tidak perlu kita pertanyakan lagi kualitasnya. Semuanya sudah jelas.
Perguruan Tinggi yang memang tidak layak sudah seharusnya ditutup. Mereka hanya akan menumbuh kembangkan budaya mengambil jalan pintas dan memberangus budaya belajar. Lihatlah, masih saja ada orang yang memilih perguruan tinggi swasta anu karena pasti cepat lulusnya. Mental seperti ini menular. Itu yang kita takutkan.


Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, guru di sini.

Post a Comment

Previous Post Next Post