PELAJARAN DARI BANG IMAD


Gajah mati meninggalkan gading. Setelah kepergian kita, orang yang masih hidup akan mengenangkan kita. Akan tetapi, apakah kita akan dikenang sebagai orang yang baik, ataukah orang akan mengenang kita sebagai orang yang berperangai buruk. Apakah kepergian kita disesali, ataukah kepergian kita akan disyukuri. Kenangan � kenangan itu, apakah yang baik atau yang buruk, akan sangat tergantung pada apa yang telah kita lakukan semasa hidup.
Imaddudin Abdurrahim (78), atau biasa dipanggil Bang Imad, berpulang kemarin, Sabtu (2/8) pukul 09.15 WIB. Semua orang, yang pernah mengenal beliau, mengenang beliau sebagai orang yang baik. Dan kita bersyukur bahwa banyak yang menyesalkan kepergiannya. Ini merupakan pertanda bahwa almarhum telah menjalani kehidupannya dengan baik. Bang Imad disebut � sebut sebagai pelopor dakwah kampus melalui masjid kampusnya. Kiprahnya di masjid Salman, ITB, menginspirasi masjid � masjid kampus lain untuk melakukan hal serupa. Semangat para aktivis masjid kampus sama; kecerdasan harus dibimbing keimanan. Hanya dengan begitu kecerdasan akan menghasilkan maslahat yang lebih luas.
Tetapi, semangat dan kepeloporan Bang Imad tidak akan dikenang orang tanpa satu hal. Itulah keikhlasan. Keikhlasan yang menjaga semangat. Setiap perjuangan pasti menuntut pengorbanan. Dan pengorbanan itu tidak mudah dilakukan. Akan tetapi keikhlasan membuatnya jadi mudah. Bang Imad tahu betul pentingnya keikhlasan dalam apapun yang kita kerjakan. Ini bisa dilihat dari pernyataannya yang terkenal; saya tidak membutuhkan 30 lebih aktivis, cukup dengan delapan orang yang serius, saya bisa bangkitkan aktivis Islam terbaik. Orang yang serius adalah orang yang ikhlas.
Seringkali kita berbuat sesuatu dengan mengharapkan imbalan. Kita menyumbang agar orang menganggap kita dermawan. Kita belajar agar orang menganggap kita sebagai intelektual. Pendek kata, kita berbuat sesuatu agar orang lain melihat dan kemudian memberikan penghormatan (respect) atas apa yang kita lakukan. Kemudian kita merasa bahwa kita telah berbuat banyak. Padahal, yang sebenarnya terjadi, kita tidak melakukan apapun. Kita tidak merubah apapun.
Maka, keikhlasan itu penting. Keikhlasan saat memberi adalah jika kita memberi dengan sembunyi � sembunyi. Kita mengharapkan harta yang kita keluarkan akan bermanfaat bagi yang menerimanya. Keikhlasan saat belajar adalah jika kita belajar untuk menyingkap kebodohan kita dan, suatu saat nanti, kebodohan orang lain. Jika kita ikhlas dalam belajar, kita tidak tinggi hati dengan ilmu yang kita miliki. Kita tidak merendahkan orang yang berilmu rendah.
Orang lain tahu apakah kita ikhlas atau tidak. Bahkan kalau kita menggunakan kata � kata manis untuk menutup � nutupi ketidakikhlasan kita, tetap saja orang lain akan mengetahui ketidakikhlasan itu. Seolah � olah setiap orang memiliki radar yang akan menangkap kebohongan.
Sebaliknya, keikhlasan akan memberi kekuatan pada apapun yang kita lakukan. Ketika seseorang sadar bahwa kita berbuat ikhlas, keikhlasan itu akan menggerakkan hati mereka untuk melakukan hal serupa. Tanpa harus kita suruh � suruh, orang yang sudah tergerak hatinya itu akan melakukannya.
Bang Imad telah mencontohkan keikhlasan kepada kita semua. Dan sampai kini, di tiap kampus, kita bisa melihat benih � benih yang terus tumbuh dari keikhlasan yang ditaburkannya. Jika saja Bang Imad, dulu, berbuat agar saat mati nanti bisa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, saya yakin, tidak akan ada perubahan berarti pada dakwah kampus.


Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik mak erot di sini.

Post a Comment

Previous Post Next Post