Mengapa para guru harus mendapatkan sertifikasi? Jawabnya, agar mutu guru meningkat. Perbaikan mutu guru akan berdampak positif terhadap mutu pendidikan Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan akan meningkatkan kemajuan dan kemakmuran bangsa. Secara sederhana, itulah yang menjadi landasan berpikir dari diadakannya sertifikasi bagi guru.
Kecerdasan kognitif yang memadai mutlak dimiliki oleh seorang guru. Seperti pepatah yang berbunyi : Seseorang yang tidak memiliki, tidak akan bisa memberi, bagaimana seorang guru dapat menghasilkan anak didik yang pandai kalau dirinya sendiri belum layak mendapatkan predikat �pandai�? Benar. Tapi, yang juga harus disadari, kecerdasan kognitif semata belum cukup. Seorang guru yang jenius secara kognitif belum tentu dapat melahirkan murid-murid yang pintar. Belum tentu demikian. Selama obyek yang diajar berupa manusia, aktifitas mengajar merupakan persoalan yang kompleks. Saking kompleksnya, saya yakin, penelitian atas pembelajaran akan tetap ada di sepanjang zaman.
Kemudian, kita hrus catat pula bahwa ilmu bukan suatu hal yang statis. Ilmu akan selalu dinamis. Akan selalu ada perubahan-perubahan dan variasi-variasi baru. Kedinamisan ilmu disebabkan dinamisnya kebudayaan manusia. Fakta inilah yang juga menyebabkan mengapa faktor kecerdasan kognitif semata tidak cukup. Setiap orang harus selalu meng-update ilmu pengetahuan yang dimilikinya jika tidak ingin disebut ketinggalan. Bentuknya bisa dengan ikut serta dalam berbagai seminar, pelatihan, atau workshop ini dan itu.
KOLEKTOR SERTIFIKAT
Yang lazim, seseorang yang telah mengikuti berbagai pelatihan, seminar, atau workshop akan mendapatkan selembar kertas sertifikat yang dijadikan bukti atas keikutsertaannya itu. Hanya saja, harus selalu kita ingat bahwa sertifikat digunakan hanya sebagai bukti atas keikutsertaan, keliru jika kita mengikuti bermacam-macam acara yang dapat menambah pengetahuan hanya untuk mendapatkan sertifikatnya.
Tetapi, kekeliruan itu telah umum terjadi. Betapa banyak orang yang mengumpulkan sertifikat hanya untuk menambah angkat kredit. Saat ini, tidak perlu kita tanyakan berapa banyak orang yang mengumpulkan sertifikat, yang bukan hanya untuk mendapatkan tambahan angka kredit tetapi juga untuk memenuhi persyaratan agar mendapatkan tunjangan profesi.
Saya kira tidak berlebihan, jika para guru menginginkan gaji yang besar. Selama ini guru di Indonesia disebut-sebut sebagai guru yang berpenghasilan cukup rendah dibandingkan negara-negara lain di dunia. Rendahnya gaji guru dijadikan alasan atas rendahnya mutu pendidikan, masuk akal memang. Di tengah kenaikan harga berbagai macam kebutuhan pokok, guru harus melakukan pekerjaan sampingan untuk menutupi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh gaji yang kecil. Celakanya pekerjaan sampingan ini seringkali mengganggu pekerjaan utama (guru). Atau lebih parah lagi, pekerjaan sampingan, secara perlahan tapi pasti, menggantikan posisi pekerjaan utama. Pekerjaan utama terbelengkai, murid-murid terlantar, pendidikan jalan di tempat.
Tapi pemerintah, akhirnya merespon kondisi ini. Guru dijanjikan gaji yang besar dengan syarat mereka betul-betul profesional dalam menjalankan tugasnya. Keprofesionalan itu dibuktikan dengan, beberapa diantaranya, portofolio dan juga sertifikat atas berbagai pelatihan yang diikuti oleh guru.
Celakanya, seperti yang telah saya singgung dimuka, keikutsertaan ( beberapa guru ) dalam berbagai pelatihan hanya digunakan untuk mendapatkan sertifikat semata-mata. Informasi-informasi baru yang didapat dari pelatihan itu cenderung diabaikan. Alasan yang sering muncul adalah otak mereka sudah terlampau tua untuk mengolah informasi-informasi baru itu. Terlebih lagi mengimplementasikannya dalam bentuk praktek. Fisik pun semakin melemah.
Alasan-alasan seperti ini sering diucapkan dan diulang-ulang oleh orang yang pernah mendengarnya sehingga diterima sebagai kebenaran. Tepatnya kesalahan yang diterima sebagai kebenaran. Sebab, ada banyak contoh yang bisa digunakan untuk membantah asumsi yang mengatakan bahwa kapasitas otak akan melemah seiring bertambahnya usia.
Saya terkenang pada seorang pakar tentang Indonesia; Herbert Feith. Di tahun 1990-an, ketika usianya sudah mencapai 60 tahun, Herb mengayuh sepeda onthelnya untuk memberikan kuliah di UGM Bulak Sumur. Dan kematiannya, tanggal 15 November 2001 (usia 71 tahun) bukan karena penyakit melainkan karena tertabrak kereta api ketika dia bepergian dengan sepeda onthelnya. Di usia tuanya, Herb masih dapat berpikir jernih dan pandangan-pandangannya masih sangat tajam. Ketekunannya untuk terus belajar berpengaruh terhadap kemampuan otak dan fisiknya. Teori tentang menurunnya kecerdasan seseorang ketika mereka berusia 45 tahun tidak terjadi pada Herbert Feith.
MUTU PENDIDIKAN
Kesediaan untuk terus mempelajari hal-hal baru mutlak dilakukan oleh para guru. Di luar itu, mereka juga harus berinteraksi dengan lingkungan sekitar mereka secara intensif serta beradaptasi. Kesemuanya adalah langkah-langkah yang berguna untuk meng-update kinerja otak.
Berbagai macam pelatihan yang diselenggarakan bagi guru, mestinya dipandang sebagai wahana untuk membuat otak itu tetap �muda�. Sel otak manusia dirancang untuk menerima rangsangan dan berkembang karena rangsangan itu. Demikian kesimpulan profesor Meriam Diamond setelah meneliti pengaruh rangsangan terhadap perkembangan otak. Penemuan Profesor Diamond diatas menginformasikan kepada kita bahwa minimnya rangsangan, atau tidak adanya rangsangan sama sekali akan meminimalisir kinerja otak.
Kinerja otak yang baik dan terus-menerus berjalan ke kemampuan maksimumnya akan berimbas pada kinerja guru dalam mengajar dan mendidik. Mutu pendidikan yang baik dimulai dari hal ini. Selebihnya, semangat guru untuk terus belajar akan mempengaruhi siswa dalam melakukan hal serupa. Tak lama lagi, mutu pendidikan Indonesia akan diakui dunia.
Post a Comment