Inilah teman SD saya, sebut saja Tutik. Saat di kelas satu sampai di kelas tiga SD, ia bodoh bukan kepalang. Membacanya terbata � bata saat semua sudah bisa membaca dengan lancar. Apalagi jika guru mengajarkan pelajaran hitung � hitungan, pasti ia paling tidak mampu mengerjakan soal � soal yang diberikan oleh guru. Namun entah keajaiban apa yang terjadi padanya. Ketika menginjak kelas empat, ia menjadi sangat menonjol di setiap pelajaran. Bukan hanya di pelajaran � pelajaran IPA dan Bahasa Indonesia, dalam pelajaran Matematika pun ia paling pandai. Kami yang semula mengejek dan sering mengolok � oloknya berubah menyeganinya.
Tutik melanjutkan sekolahnya ke SMP paling favorit di kota kami. Di SMP itu pun ia tak terkalahkan. Masih tetap nomor satu. Selepas dari SMP, ia melanjutkan ke SMA paling favorit di kota kami. Dan ketika duduk di SMA itu, ia makin tidak terbendung. Kecerdasannya bahkan sampai tersiar ke luar tembok pagar sekolahnya. Saya yang bersekolah di SMK merasa takjub ketika sadar bahwa hampir tiap orang kenal dengan Tutik. Berkat kecerdasannya.
Namun sayang, kecerdasan yang cemerlang itu harus terhambat ketidakberdayaan kemiskinan. Ibu Tutik yang janda, hanyalah seorang penjual ikan goreng di pasar. Keinginan Tutik untuk bisa melanjutkan ke IPB, kampus yang menjadi impiannya, pupus. Ia hanya bisa bersekolah di sebuah sekolah tinggi lokal, yang dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Tapi, meskipun disebut � sebut sebagai sekolah yang tidak bermutu, Tutik harus memasukinya dengan susah payah. Untuk membiayai SPP bulanan pun ia harus membiayainya sendiri dengan menjadi guru di sekolah swasta.
Untungnya kecerdasan Tutik tidak hilang hanya karena tidak bisa bersekolah di IPB. Ketika akhirnya ia lulus dari sekolah tinggi itu, ia lolos tes CPNS untuk menjadi guru di sebuah SMA desa.
Tutik masih bisa dikatakan cukup beruntung. Jika saya mempunyai teman seperti Tutik, saya yakin banyak orang yang memiliki teman, tetangga, saudara yang juga tidak mampu sepertinya. Saya tidak bisa membayangkan berapa banyak orang yang cerdas di negeri ini namun ia tidak mampu menunjukkan kecerdasannya itu kepada dunia. Mereka yang seharusnya menjadi dokter, insinyur, pengacara yang mampu berkarya dengan karya paling gemilang, lalu hanya menjadi buruh tani karena tidak bisa mengecap pendidikan tinggi.
Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tiap orang yang cerdas di negeri ini dilahirkan dari keluarga yang tidak mampu.
إرسال تعليق