Anak � anak kita yang memiliki antusiasme belajar yang tinggi menyejukkan hati dan menawarkan harapan masa depan bangsa yang lebih baik. Kita bisa melihat itu di Asian Science Camp di Bali. Kita juga bisa melihat harapan itu dari Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI. Semoga kehidupan anak cucu kita nanti akan berkali lipat lebih baik daripada kehidupan kita saat ini. Semoga dengan adanya mereka, kita menjadi bangsa yang diperhitungkan dunia.
Hari ini, saya membaca sebuah tragedi. Itulah Sawiyah dan anak bungsunya. Kamis kemarin, ibu dan anak itu ditemukan mati mengambang di sebuah lubang bekas galian. Rabu sore, mereka pergi untuk mencari kayu bakar karena minyak tanah tidak terbeli. Mencari kayu bakar adalah upaya Sawiyah agar bisa menghemat pendapatan suaminya yang hanya Rp. 20.000,- sampai Rp. 30.000,- saja sehingga bisa menyekolahkan keempat anak � anaknya. Tapi begitulah akhir hidupnya.
Hari ini saya membaca tentang seorang professor yang bersyukur meskipun kemana � mana hanya naik motor ataupun bis kota. Sang professor bersyukur karena meskipun begitu beliau memiliki rumah sendiri. Menurutnya, banyak professor � professor di negeri ini yang tidak bisa memiliki rumahnya sendiri.
Kemarin saya membaca tentang guru Bantu yang belum juga menerima gaji. Di tengah kondisi harga � harga yang demikian tinggi, mereka tidak menerima gaji. Padahal mengajar harus terus mereka lakukan. Ada saja alasan mengapa mereka sampai tidak mendapatkan gaji.
Kemarin saya membaca tentang betapa mahal biaya yang harus ditanggung orang tua untuk menyekolahkan anak � anak mereka. Buku pelajaran tetap menjadi masalah klasik yang terus menerus berulang.
Kemarin saya membaca tentang sekian � sekian anak � anak kita yang tidak melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang SMA. Padahal sebentar lagi akan dicanangkan Wajib Belajar 12 Tahun.
Saat kita membaca astronom Johny Setiawan, tentang anak � anak kita yang menjuarai olimpiade fisika, tentang anak � anak kita yang pandai menulis buku dan mendapatkan penghasilan darinya, tentang anak � anak kita yang menemukan berbagai macam inovasi, kita terhibur harapan tentang suatu masa keemasan kita di masa mendatang. Tapi membaca berita � berita yang saya tulis ulang di beberapa paragraf di atas, betapa jauhnya masa keemasan itu.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, sekolah di sini.
Hari ini saya membaca tentang seorang professor yang bersyukur meskipun kemana � mana hanya naik motor ataupun bis kota. Sang professor bersyukur karena meskipun begitu beliau memiliki rumah sendiri. Menurutnya, banyak professor � professor di negeri ini yang tidak bisa memiliki rumahnya sendiri.
Kemarin saya membaca tentang guru Bantu yang belum juga menerima gaji. Di tengah kondisi harga � harga yang demikian tinggi, mereka tidak menerima gaji. Padahal mengajar harus terus mereka lakukan. Ada saja alasan mengapa mereka sampai tidak mendapatkan gaji.
Kemarin saya membaca tentang betapa mahal biaya yang harus ditanggung orang tua untuk menyekolahkan anak � anak mereka. Buku pelajaran tetap menjadi masalah klasik yang terus menerus berulang.
Kemarin saya membaca tentang sekian � sekian anak � anak kita yang tidak melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang SMA. Padahal sebentar lagi akan dicanangkan Wajib Belajar 12 Tahun.
Saat kita membaca astronom Johny Setiawan, tentang anak � anak kita yang menjuarai olimpiade fisika, tentang anak � anak kita yang pandai menulis buku dan mendapatkan penghasilan darinya, tentang anak � anak kita yang menemukan berbagai macam inovasi, kita terhibur harapan tentang suatu masa keemasan kita di masa mendatang. Tapi membaca berita � berita yang saya tulis ulang di beberapa paragraf di atas, betapa jauhnya masa keemasan itu.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, sekolah di sini.
إرسال تعليق