Bagaimana anda tahu bahwa sebuah mangga sudah matang? Dari kulitnya tentu saja. Kulit yang masih hijau menandakan bahwa mangga itu masih mentah. Tapi jika kuning mengkilat, sudah matang. Banyak buah � buahan matang yang bisa kita ketahui dari kulitnya. Tapi tidak selamanya tampilan kulit menunjukkan isinya. Kedondong yang berkulit licin mengkilat ternyata berbuah masam dan isinya berduri. Tapi durian yang kulitnya berduri, malah berisi buah yang manis.
Begitulah. Ada kalanya kulit mencerminkan isi, dan ada kalanya juga kulit tidak mencerminkan isi. Kita pasti menginginkan kulit dan isi sesuai. Kulitnya bagus, begitupun isinya. Namun jika kita diminta memilih satu diantara dua, kulit bagus tapi isinya jelek atau kulitnya jelek tapi isinya bagus, kita harusnya memilih yang kedua. Betapapun baik yang Nampak dari sebuah kulit, dia tetap kulit yang berfungsi sebagai penutup dari isi. Isi adalah esensi. Sedang kulit, tidak berkelebihan kiranya jika kita nyatakan sebagai pemanis belaka.
Sayangnya, kita seringkali mementingkan kulit dari isi. Kita lebih mementingkan tampilan luar. Kita lebih mementingkan gebyar, pencitraan saja. Lalu kita meninggalkan yang esensial.
Sampai saat ini kita masih saja menemui orang yang bergonta � ganti telepon genggam. Setiap kali keluar seri terbaru, setiap kali pula dia mengganti teleponnya. Tertarik dengan fitur � fitur yang semakin lengkap, telepon yang lama ditinggalkan. Padahal jika dicermati, orang itu hanya memanfaatkan telepon sebatas untuk SMS dan jarang � jarang melakukan panggilan. Lalu untuk apa uang jutaan rupiah dihambur � hamburkan? Untuk tampilan luar. Untuk gengsi.
Di Koran kita tahu bahwa laptop kini semakin banyak dipakai, oleh berbagai kalangan. Anak � anak muda, ibu � ibu rumah tangga pun kemana � mana membawanya. Akan tetapi, untuk apa mereka memakai laptop itu? Rata � rata untuk berburu hotspot, untuk chatting. Di jogja, angkringan pun kini memberikan fasilitas hotspot untuk pelanggannya. Di sanalah para pemburu hotspot duduk dan menekuni hobi barunya. Betah duduk berjam � jam hanya untuk chatting padahal mereka hanya memesan segelas teh manis saja. Awalnya, laptop diciptakan untuk para pekerja yang terus bergerak (mobile). Laptop akan mempermudah penyelesaian pekerjaan tanpa harus terpaku di satu tempat. Laptop akan membuat waktu pekerja sibuk itu dengan lebih efisien. Lagi � lagi, kita yang sebenarnya belum membutuhkan laptop tapi membawanya kesana kemari, tergoda untuk mempercantik kulit. Dengan membawa laptop kemana � mana, kita merasa sudah menguasai teknologi. Tidak sadar bahwa sebenarnya baru sebatas pengguna (user).
Itulah yang terjadi pada rata � rata kita. Mengapa kita masih saja terus mementingkan tampilan? Karena kita malas untuk mengembangkan �isi� kita. Orang yang malas belajar akan sibuk memoles dirinya sebagai pembelajar. Orang yang tak paham teknologi, akan sibuk berbuat agar ia seolah pakar teknologi, orang yang �tidak penting�, kalang kabut menampak � nampakkan bahwa dia orang penting.
Kita tidak mampu mengambil pelajaran saat berita memberitahu kita bahwa Bill Gates menyopir sendiri sedan Altisnya, padahal beberapa kali dia dinobatkan sebagai orang terkaya di dunia. Kita tidak mampu mengambil pelajaran saat David Cameron, pemimpin Partai Konservatif Inggris, kehilangan sepeda onthelnya saat dia berbelanja. Melalui foto pun kita tahu bahwa calon presiden Amerika mengayuh sepedanya. Pemandangan seperti ini apakah pernah kita jumpai di negeri kita? Yang punya mobil, sibuk mencari sopir. Yang baru mampu mengayuh sepeda berhutang untuk memiliki motor. Terus begitu hingga menjadi budaya diantara kita. Kita berada di dalamnya, dan kita terlibat.
Seorang tetangga saya, seorang dokter, melanjutkan S 2 nya di Inggris. Ketika berangkat, dia membekali dirinya dengan VCD � VCD lagu � lagu kesayangan. Sesampai di Inggris, betapa terkejutnya dia saat menyaksikan bahwa umumnya orang Inggris masih memutar kaset video.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, di sini.
Sayangnya, kita seringkali mementingkan kulit dari isi. Kita lebih mementingkan tampilan luar. Kita lebih mementingkan gebyar, pencitraan saja. Lalu kita meninggalkan yang esensial.
Sampai saat ini kita masih saja menemui orang yang bergonta � ganti telepon genggam. Setiap kali keluar seri terbaru, setiap kali pula dia mengganti teleponnya. Tertarik dengan fitur � fitur yang semakin lengkap, telepon yang lama ditinggalkan. Padahal jika dicermati, orang itu hanya memanfaatkan telepon sebatas untuk SMS dan jarang � jarang melakukan panggilan. Lalu untuk apa uang jutaan rupiah dihambur � hamburkan? Untuk tampilan luar. Untuk gengsi.
Di Koran kita tahu bahwa laptop kini semakin banyak dipakai, oleh berbagai kalangan. Anak � anak muda, ibu � ibu rumah tangga pun kemana � mana membawanya. Akan tetapi, untuk apa mereka memakai laptop itu? Rata � rata untuk berburu hotspot, untuk chatting. Di jogja, angkringan pun kini memberikan fasilitas hotspot untuk pelanggannya. Di sanalah para pemburu hotspot duduk dan menekuni hobi barunya. Betah duduk berjam � jam hanya untuk chatting padahal mereka hanya memesan segelas teh manis saja. Awalnya, laptop diciptakan untuk para pekerja yang terus bergerak (mobile). Laptop akan mempermudah penyelesaian pekerjaan tanpa harus terpaku di satu tempat. Laptop akan membuat waktu pekerja sibuk itu dengan lebih efisien. Lagi � lagi, kita yang sebenarnya belum membutuhkan laptop tapi membawanya kesana kemari, tergoda untuk mempercantik kulit. Dengan membawa laptop kemana � mana, kita merasa sudah menguasai teknologi. Tidak sadar bahwa sebenarnya baru sebatas pengguna (user).
Itulah yang terjadi pada rata � rata kita. Mengapa kita masih saja terus mementingkan tampilan? Karena kita malas untuk mengembangkan �isi� kita. Orang yang malas belajar akan sibuk memoles dirinya sebagai pembelajar. Orang yang tak paham teknologi, akan sibuk berbuat agar ia seolah pakar teknologi, orang yang �tidak penting�, kalang kabut menampak � nampakkan bahwa dia orang penting.
Kita tidak mampu mengambil pelajaran saat berita memberitahu kita bahwa Bill Gates menyopir sendiri sedan Altisnya, padahal beberapa kali dia dinobatkan sebagai orang terkaya di dunia. Kita tidak mampu mengambil pelajaran saat David Cameron, pemimpin Partai Konservatif Inggris, kehilangan sepeda onthelnya saat dia berbelanja. Melalui foto pun kita tahu bahwa calon presiden Amerika mengayuh sepedanya. Pemandangan seperti ini apakah pernah kita jumpai di negeri kita? Yang punya mobil, sibuk mencari sopir. Yang baru mampu mengayuh sepeda berhutang untuk memiliki motor. Terus begitu hingga menjadi budaya diantara kita. Kita berada di dalamnya, dan kita terlibat.
Seorang tetangga saya, seorang dokter, melanjutkan S 2 nya di Inggris. Ketika berangkat, dia membekali dirinya dengan VCD � VCD lagu � lagu kesayangan. Sesampai di Inggris, betapa terkejutnya dia saat menyaksikan bahwa umumnya orang Inggris masih memutar kaset video.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik, di sini.
إرسال تعليق