Saat SD dulu, saya banyak menemukan kata � kata dalam bahasa Indonesia yang terdengar agak asing di telinga saya. Saya pun menanyakan perihal kata � kata itu ke guru bahasa Indonesia. Dari guru bahasa Indonesia itu, saya tahu bahwa kata itu bernama kata serapan. Kata yang berasal dari bahasa asing yang karena belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia maka kata itu disesuaikan dengan pelafalan bahasa Indonesia.
Persinggungan dengan bangsa � bangsa lain dari seluruh dunia memang tidak bisa dielakkan lagi saat ini. Persinggungan itu tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial budaya suatu bangsa akan tetapi juga akan berdampak pada bahasa suatu bangsa. Tak terkecuali bahasa Indonesia.
Saat Indonesia masih dijajah Belanda, banyak kosakata bahasa Belanda yang terserap ke bahasa Indonesia. Ambillah kata kos sebagai contohnya. Banyaknya warga Negara asing yang menetap di Indonesia untuk tujuan berdagang pun berpengaruh terhadap bahasa Indonesia. Bahasa Arab dan bahasa China misalnya. Karena saking banyaknya kosakata asing yang telah menjadi bahasa Indonesia, mungkin kita tidak tahu bahwa kata yang kita ucapkan setiap hari itu merupakan kata jelmaan dari bahasa asing. Kursi, bukan kata asli bahasa Indonesia. Dia adalah serapan dari kosakata bahasa Arab, kursiyyun.
Semakin hari, ketika penetrasi budaya asing semakin gencar, tentu semakin banyak kata asing yang menjadi bahasa kita. Tapi bahasa Indonesia adalah produk budaya kita yang asli, yang harus kita banggakan dan kita jaga orisinalitasnya. Jika semakin hari semakin banyak kosakata asing yang masuk dalam bahasa kita, lambat laun keaslian bahasa kita akan terhapus.
Cuma, karena persinggungan antar bahasa tidak mungkin dapat dielakkan, menarik kita simak tulisan Akhmad Baihaqie di harian KOMPAS, 1 Agustus 2008 lalu. Dalam artikelnya Baihaqie yang lulusan Bahasa dan Sastra Arab, Universitas al-Azhar, menulis bahwa bahasa Arab pun menyerap kosa kata bahasa asing. Namun, para pakar bahasa Arab yang tergabung dalam Majma Lughah al-Arabiyah, tidak hanya menyerapnya semata � mata. Akan tetapi mereka mencari padanan kosa kata itu dalam kosakata bahasa Arab kuno, dan itu yang digunakan. Baihaqie mencontohkan kata telepon yang kemudian diarabkan menjadi hatif. Hatif berarti �wujud suara tanpa ada wujud rupa�. Selain itu, Baihaqie juga mencontohkan kata handphone yang dialihbahasakan jadi mahmul�(alat yang bisa dibawa ke mana saja), komputer jadi al-hisab (alat hitung), dan mobil jadi sayyarah (rombongan orang).
Ke depan, nampaknya pakar bahasa kita perlu untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh pakar bahasa Arab dalam menyerap kosa kata asing itu. Dengan demikian keaslian bahasa Indonesia akan tetap terjaga. Selain itu, upaya ini bisa dijadikan cara agar kita, pemilik bahasa Indonesia, bangga dengan bahasa kita.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik bahasa di sini.
Saat Indonesia masih dijajah Belanda, banyak kosakata bahasa Belanda yang terserap ke bahasa Indonesia. Ambillah kata kos sebagai contohnya. Banyaknya warga Negara asing yang menetap di Indonesia untuk tujuan berdagang pun berpengaruh terhadap bahasa Indonesia. Bahasa Arab dan bahasa China misalnya. Karena saking banyaknya kosakata asing yang telah menjadi bahasa Indonesia, mungkin kita tidak tahu bahwa kata yang kita ucapkan setiap hari itu merupakan kata jelmaan dari bahasa asing. Kursi, bukan kata asli bahasa Indonesia. Dia adalah serapan dari kosakata bahasa Arab, kursiyyun.
Semakin hari, ketika penetrasi budaya asing semakin gencar, tentu semakin banyak kata asing yang menjadi bahasa kita. Tapi bahasa Indonesia adalah produk budaya kita yang asli, yang harus kita banggakan dan kita jaga orisinalitasnya. Jika semakin hari semakin banyak kosakata asing yang masuk dalam bahasa kita, lambat laun keaslian bahasa kita akan terhapus.
Cuma, karena persinggungan antar bahasa tidak mungkin dapat dielakkan, menarik kita simak tulisan Akhmad Baihaqie di harian KOMPAS, 1 Agustus 2008 lalu. Dalam artikelnya Baihaqie yang lulusan Bahasa dan Sastra Arab, Universitas al-Azhar, menulis bahwa bahasa Arab pun menyerap kosa kata bahasa asing. Namun, para pakar bahasa Arab yang tergabung dalam Majma Lughah al-Arabiyah, tidak hanya menyerapnya semata � mata. Akan tetapi mereka mencari padanan kosa kata itu dalam kosakata bahasa Arab kuno, dan itu yang digunakan. Baihaqie mencontohkan kata telepon yang kemudian diarabkan menjadi hatif. Hatif berarti �wujud suara tanpa ada wujud rupa�. Selain itu, Baihaqie juga mencontohkan kata handphone yang dialihbahasakan jadi mahmul�(alat yang bisa dibawa ke mana saja), komputer jadi al-hisab (alat hitung), dan mobil jadi sayyarah (rombongan orang).
Ke depan, nampaknya pakar bahasa kita perlu untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh pakar bahasa Arab dalam menyerap kosa kata asing itu. Dengan demikian keaslian bahasa Indonesia akan tetap terjaga. Selain itu, upaya ini bisa dijadikan cara agar kita, pemilik bahasa Indonesia, bangga dengan bahasa kita.
Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik bahasa di sini.
إرسال تعليق