Pada kesempatan ini pas rasanya menulis tentang memperingati hari guru sebagai ekpresi rasa cinta pada guru sebuah profesi mulia yang membawa missi mencerdaskan anak-anak bangsa serta kemajuan masa depan.
Adalah Kaisar Hirohito, seorang pemimpin Jepang yang sangat memperhatikan pentingnya keberadaan guru bagi bangsa, dapat kita jadikan contoh tentang pentingnya menghargai profesi guru. Kesadaran akan pentingnya eksistensi guru ditunjukkan oleh kaisar dengan pertanyaan, Berapa jumlah guru yang masih hidup? Pertanyaan ini ditujukan kepada para Jenderal setelah peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Peristiwa pengeboman kota Hirosima dan Nagasaki menyebabkan derita terbesar dalam sejarah negeri sakura itu, sekaligus mengakhiri kekuasaan Jepang di Asia Raya. Sekitar 150.000 orang diberitakan tewas akibat ledakan dan efek radio aktif dari bom. Namun kegundahan Kaisar justru bukan pada habisnya amunisi, tentara, tank, pesawat tempur ataupun hancurnya kota, Kaisar justru mencemaskan habisnya guru. Tak bisa dipungkiri bahwa Jepang bangkit menjadi negara maju setelah Perang dunia II berkat peranan besar para guru.
Sejak Restorasi Meiji 1868 setelah jatuhnya rezim Tokugawa, semangat bushido mengalami perubahan besar-besaran. Bushido yang identik dengan semangat, disiplin dan etika bukan lagi dimaknai mengangkat senjata, tetapi ditujukan untuk mentransfer pengetahuan dari Barat. Pendidikan dipilih Kaisar sebagai ujung tombak perubahan Jepang, dan guru menjadi aktor utama dalam transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus pewarisan nilai-nilai sosial yang menjadi identitas bangsa.
Cerita ringkas itu bisa menjadi pembanding dengan apa yang terjadi di negeri bekas jajahannya, Indonesia. Di Indonesia kesadaran tentang pentingnya pendidikan di berbagai lapisan masyarakat masih rendah dan jauh dari ideal. Guru sebagai aset bangsa yang bisa mengubah masa depan kurang dihormati, prfesi guru sering dipandang sebelah mata. Demikian pula persoalan pendidikan sepertinya kurang mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.
Sering terdengar sekolah yang kondisinya memprihatinkan dan tidak layak digunakan sebagai tempat belajar para calon intelektual muda tidak segera diperbaiki meski pihak sekolah sudah berkali-kali mengajukan perbaikan. Banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran yang memadai, kekurangan guru, persoalan profesionalome guru, termasuk dampak otonomi pendidikan yang sering membawa urusan pendidikan pada ranah politik praktis sesaat. Berbagai persoalan itu mengakibatkan peningkatan mutu pendidikan selalu menghadapi hambatan.
Terlepas dari banyaknya persoalan tersebut, guru harus tetap konsisten berkarya dan meningkatkan profesionalitasnya, sehingga mampu mengemban tugas mulia mencerdaskan anak-anak bangsa demi kemajuan bangsa di masa depan.
إرسال تعليق