Banyaknya kesemrawutan dalam sistem pendidikan kita, mengapa tak mencoba mengambil cara Islam?
Oleh: Andi Perdana Gumilang
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT), membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah alias �Orang miskin dilarang sekolah�.
Untuk masuk perguruan tinggi saja saat ini dibutuhkan biaya jutaan sampai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang sampai ratusan juta rupiah. Biaya yang mahal menjadikan sekolah sebagai barang mewah bagi kebanyakan anggota masyarakat. Kalaupun ada sekolah gratis, itu hanya sampai tingkat SMP dan hanya berlaku bagi sekolah negeri. Selebihnya, sekolah tingkat lanjut hanyalah untuk mereka yang mampu menanggung biayanya, tidak untuk orang-orang miskin.
Pada akhirnya, anak-anak dari keluarga kurang mampu harus puas dengan sekolah apa adanya dan membuang mimpi untuk menikmati pendidikan tinggi. Itu artinya, mereka harus membuang mimpi memperbaiki nasib keluarga. Jika dulu sekolah bisa dikatakan sebagai jalan untuk memperbaiki nasib, maka dengan mahalnya biaya sekolah, peluang perbaikan nasib itu seakan ditutup untuk mereka yang kurang mampu. Jadilah mereka yang kurang mampu terjebak terus-menerus secara turun-temurun dalam lingkaran keterpurukan.
Pendidikan tinggi akhirnya menjadi �hak khusus� kalangan kaya. Jika akhirnya sistem yang ada terkesan lebih berpihak kepada kalangan kaya, maka memang seperti itulah tabiat dari sistem kapitalisme. Sistem ini memang didesain untuk selalu berpihak kepada orang-orang kaya, terutama para pemilik modal, dengan mengorbankan rakyat kebanyakan.
Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Negara seharusnya sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh atas pemeliharaan urusan-urusan masyarakat. Sebagaimana Rasulullah saw. menegaskan:
�Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertangunggjawaban atas pengurusan rakyatnya.� (HR al-Bukhari dan Muslim).
Di antara pengurusan rakyat adalah pendidikan. Jadi, dalam Islam negara berkewajiban memelihara urusan pendidikan rakyatnya. Negara justru harus bertanggung jawab penuh atas masalah pendidikan rakyatnya.
Lebih dari itu, Islam menetapkan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan utama masyarakat secara umum yang pemenuhannya menjadi kewajiban negara. Negara wajib menyediakan pendidikan bagi rakyat secara gratis. Inilah prinsip dasar dalam sistem Islam. Prinsip dasar ini jelas bertolak belakang dengan prinsip dasar dalam sistem kapitalisme yang sedang diterapkan di dunia, termasuk di negeri ini.
Berdasarkan pinsip ini, jika negara lalai atau abai terhadap masalah pendidikan rakyat maka kelalaian itu dinilai sebagai pelanggaran terhadap ketentuan Allah, dan tentu saja penguasa berdosa karenanya. Prinsip inilah yang menjadikan para pemimpin dalam Islam selalu fokus terhadap pendidikan. Rasulullah saw. telah mencontohkan hal ini.
Rasulullah saw langsung mendidik masyarakat. Beliau juga mengangkat orang-orang yang bertugas memberikan pengajaran kepada masyarakat. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Hisyam di dalam Sirah Ibn Hisyam, Rasul juga pernah menjadikan tebusan bagi tawanan Perang Badar dalam bentuk mengajari anak-anak kaum Anshar membaca dan menulis. Untuk semua itu masyarakat tidak dipungut biaya sepeser pun. Prinsip itu pula yang mendorong para khalifah setelah beliau membangun berbagai fasilitas pendidikan secara cuma-cuma untuk rakyat. Penyelenggaraan pendidikan berkualitas disediakan untuk rakyat yang menginginkannya tanpa dipungut biaya. Hal itu seperti yang dilakukan oleh Khalifah Mu�tashim billah, Khalifah al-Mustanshir, Sultan Nuruddin, dan para penguasa Islam lainnya sepanjang masa kekhilafahan Islam.
Wajar jika sepanjang kekuasaan kekhilafahan Islam, lahir banyak ulama, cendekiawan dan ahli di berbagai bidang. Mereka melahirkan temuan-temuan spektakuler yang mendahului ilmuwan-ilmuwan Barat puluhan bahkan ratusan tahun lebih dulu.
Sistem Islam memungkinkan mengulang semua itu. Pasalnya, Islam bukan hanya menetapkan negara wajib menyediakan pendidikan berkualitas secara gratis bagi rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim, melainkan Islam juga menetapkan sistem kepemilikan yang menetapkan barang-barang tambang dan kekayaan alam lainnya menjadi milik bersama seluruh rakyat yang pengelolaannya diwakilkan kepada negara, yang seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Dengan ketentuan itu, negara akan selalu memiliki dana yang cukup untuk membiayai pelayanan pendidikan gratis untuk rakyat secara memadai.
Mahalnya biaya sekolah adalah akibat logis dari pemerintahan kapitalis yang menerapkan ideologi kapitalisme di negeri ini. Selama ideologi kapitalisme diadopsi dan diterapkan di negeri ini, biaya sekolah mahal akan terus menjadi masalah.
Sebaliknya, Islam menetapkan bahwa negara wajib memelihara urusan rakyat, termasuk pendidikan. Bahkan negara wajib menyediakan pendidikan berkualitas untuk seluruh rakyat tanpa kecuali secara gratis. Untuk itu, Islam juga menetapkan sistem ekonomi yang akan menjamin negara bisa selalu membiayai penyediaan pendidikan gratis itu.
Karenanya, untuk mengakhiri masalah mahalnya biaya sekolah secara tuntas, maka intinya, syariah Islam harus segara ditegakkan, termasuk dalam pendidikan. Hari Pendidikan Nasional adalah saat yang tepat untuk membenahi semua ini sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua orang, bukan hanya golongan kaya tertentu saja.
*) Ketua umum Majelis Ta�lim Al-Marjan FPIK IPB 2007-2008 dan Tim Laboratorium Dakwah Syiar Kampus IPB
Sumber : Hidayatullah.com
إرسال تعليق