MENCEGAH KEPIKUNAN

Seorang nenek tetangga saya yang berusia tujuh lima tahun telah pikun. Penyakit pikunnya itu kerap kali membuat sanak familinya jengkel. Terkadang, nenek itu bepergian dan lama pulangnya. Familinya menjadi khawatir. Mereka pun sibuk mencari � cari sang nenek. Ternyata nenek tidak pergi jauh. Hanya beberapa ratus meter saja dari rumah. Lalu mengapa si nenek tidak juga pulang? Usut punya usut, ternyata sang nenek lupa jalan pulang ke rumah. Bingung katanya. Pikun, penyakit bagi yang lanjut usia.
Hari ini, saya membaca harian KOMPAS. Bukan headline yang menjadi perhatian saya. Tapi ulasan mengenai Daoed Yoesoef. Kolumnis yang saya suka tulisannya. Seorang mantan menteri pendidikan di era Soeharto. Saya baru tahu bagaimana wajah seorang Daoed Yoesoef, tadi. Dari KOMPAS minggu itu. Kalimat pertama yang ditulis dalam tulisan itu adalah bahwa tangga 8 Agustus yang akan datang, Daoed Yoesoef akan berusia 82 tahun. Sudah sangat lanjut. Akan tetapi, seperti yang ditulis di KOMPAS, tidak ada tanda usia lanjut padanya. Pikiran kritis dan jernihnya masih ada. Fisiknya pun masih terlihat kokoh. Nenek tetangga saya yang tujuh lima, sudah pikun. Mengapa bapak mantan menteri ini masih berpikiran jernih?
Daoed Yoesoef adalah seorang yang memiliki dua gelar doktor dari universitas di Paris. Nenek tetangga saya, saya tidak begitu tahu apakah dia pernah mengenyam bangku pendidikan atau tidak. Apakah pendidikan yang menyebabkan Daoed Yoesoef tidak pikun? Sepertinya ya. Professor Marian Diamond pernah melakukan eksperimen atas dua kelompok tikus. Kelompok tikus pertama, ditempatkan di sebuah lingkungan yang penuh dengan mainan. Sedang kelompok tikus kedua ditempatkan di lingkungan yang tidak ada mainannya. Ketika tiba saat yang ditentukan, kedua kelompok tikus itu dites dalam sebuah labirin. Ternyata tikus yang awalnya berada dalam lingkungan yang penuh mainan, lebih cepat menemukan jalan keluar daripada tikus yang ditempatkan di lingkungan yang miskin mainan.
Daoed Yoesoef sepanjang hidupnya selalu menggunakan otaknya untuk aktivitas � aktivitas intelektual. Aktivitas intelektual yang intens itu seolah mainan bagi tikus. Tidak seperti pakaian yang segera usang setelah lama dipakai, otak yang kerap dipakai malah semakin baru. Kerja � kerja intelektual maupun non intelektual akan menambah jaringan sel otak. Banyaknya jaringan itulah yang akan membuat otak semakin �sakti�.
Guru saya di SD dulu mengatakan bahwa otak manusia laksana pisau. Jika kita rajin mengasahnya, pisau itu akan semakin tajam. Tapi jika tidak, seperti pisau yang tumpul. Dua gelar doktor yang diraih Daoed Yoesoef adalah doktor dalam bidang Hubungan Internasional dan Keuangan Internasional serta dalam bidang Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan. Dua bidang yang agak berbeda ini, laksana mainan tikus dalam eksperimen Marian Diamond selanjutnya. Secara berkala Diamond mengganti mainan � mainan tikus. Dan hasilnya, tikus yang bermain dengan mainan � mainan berbeda itu, menjadi jauh lebih cerdas.
Kesimpulan Diamond, aktivitas yang variatif akan membuat otak manusia berfungsi lebih optimal. Aktivitas variatif yang saya maksud adalah aktivitas di luar kebiasaan yang sering dilakukan. Orang yang mau mengerjakan hal � hal baru, akan memiliki otak dengan fungsi maksimal.
Tetangga saya yang pikun, tidak melatih dirinya untuk terus mengerjakan hal � hal yang baru. Otaknya menjadi statis. Otak Daoed Yoesoef sangat dinamis. Dan kenyataannya, dia tidak pikun. Pelajaran yang bisa kita ambil, kita harus selalu bergairah untuk melakukan berbagai macam hal baru. Meskipun suatu pekerjaan terlihat remeh, secara tidak sadar bisa jadi itulah yang menyelamatkan diri kita dari kepikunan.


Untuk membaca artikel terkait, silahkan klik RILEY di sini.

Post a Comment

أحدث أقدم