Latest News

Saturday, February 28, 2009

MEMANFAATKAN GOOGLE TRANSLATE


Mempelajari tata bahasa (grammar) bahasa Inggris, bagi kebanyakan siswa kita adalah sesuatu yang membosankan. Maka, tidak heran jika tata bahasa mereka masih banyak yang salah meskipun bahasa ini telah mereka pelajari selama bertahun � tahun. Perasaan bosan yang dialami oleh siswa � siswi kita tidak terlepas dari cara pengajaran yang digunakan oleh guru. Banyak guru yang mengeluh tentang bagaimana mengajarkan tata bahasa secara menyenangkan sekaligus efektif. Karena, pembelajaran yang menyenangkan tidak serta merta membuat pembelajaran itu efektif bagi siswa.
Sudah jamak diketahui bahwa pembelajaran yang efektif itu adalah pembelajaran yang menyenangkan. Jika siswa tidak �fun� dalam pembelajaran, bisa dipastikan sedikit yang akan mereka peroleh. Namun banyak guru yang kemudian terjebak dalam kata �menyenangkan� itu sendiri sehingga target yang harus dicapai dalam pembelajaran tidak tercapai. Banyak yang menyangka bahwa proses pembelajaran yang mereka lakukan berhasil ketika semua siswa terlibat dan banyak tertawa. Tidak mengantuk dan pasif di kelas. Namun, ketika mereka mengadakan evaluasi, barulah mereka sadar bahwa proses pembelajaran yang mereka lakukan tidak berdampak secara signifikan terhadap keberhasilan siswa.
Selain itu, harus diketahui oleh para guru bahwa pembelajaran akan menjadi lebih efektif ketika �budaya populer� dilibatkan didalamnya. Menurut Timothy Morrison, Gregory Bryan, and George Chilcoat (2002), melibatkan �budaya populer� dalam proses pembelajaran akan menjembatani kehidupan di luar dan di dalam sekolah dari seorang siswa. Inilah yang akan membuat pembelajaran menjadi lebih efektif.
Di abad ini, internet merupakan salah satu dari budaya populer. Internet sudah merambah pedesaan. Termasuk desa di mana penulis tinggal. Warnet � warnet semakin banyak bermunculan dan tarif per jam untuk menyewa internet lumayan terjangkau oleh kebanyakan siswa. Melihat banyaknya siswa yang mulai memanfaatkan internet, terbetik dalam benak penulis untuk membuat internet lebih berguna bagi keberhasilan pembelajaran.
Gayung bersambut ketika sampai sebuah informasi kepada penulis tentang mesin pencari (search engine) terkenal, Google, yang secara resmi mengumumkan peluncuran situs penerjemahan bahasa Indonesia dan 34 bahasa lainnya. Penulis lalu mencoba mesin penerjemah yang beralamatkan di http://translate.google.co.id itu. Setelah mencoba, penulis tahu bahwa mesin penerjemah yang diluncurkan oleh Google itu belumlah sempurna. Namun, karena ketidaksempurnaan itulah, Google Translate bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran yang menyenangkan.
Setelah mengidentifikasi Simple Present Tense bersama para siswa, penulis menyuruh untuk menerjemahkan teks berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan Google Translate kepada para siswa secara kelompok. Menggunakan Google Translate, teks berikut: �Ahmad is a junior high school student. He goes to SMP 2 Kebonagung, Pacitan. He goes to school by bus everyday. Ahmad has a hobby. It is reading books. He always visits library everyday. Ahmad is a polite boy. He always respects his parents and teachers.� diterjemahkan oleh Google menjadi: �Ahmad adalah siswa SMP dan MTs. Ia pergi ke SMP 2 Kebonagung, Pacitan. Ia pergi ke sekolah dengan bis setiap hari. Ahmad memiliki hobi. Ini adalah membaca buku. Dia selalu kunjungan perpustakaan sehari � hari. Ahmad sopan adalah anak laki � laki. Dia selalu menghormati orang tua dan guru.�
Hasil penerjemahan yang belum sempurna itu kemudian dibawa ke kelas dan didiskusikan. Lalu, masing � masing kelompok menyampaikan kekurangan dan kesalahan dari penerjemahan dan menyampaikan bagaimana penerjemahan yang seharusnya berdasarkan tata bahasa Inggris yang benar.
Penulis melihat, dengan cara ini, tiap siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan mereka bisa memahami pelajaran dengan lebih baik.

PENDIDIKAN ALA NABI


Saya yang sering menulis artikel, untuk saya kirimkan ke media ataupun sebatas saya posting di blog saya, mendapatkan kritikan dari seorang rekan yang kebetulan sering membaca artikel � artikel itu. Dari seluruh artikel saya, �Mengapa engkau hanya mengutip pendapat � pendapat para ahli pendidikan dari barat?�, kata rekan tadi. Menurutnya, sebagai seorang muslim, mengapa saya malah tidak pernah mengutip praktik � praktik pendidikan yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad sholallohu �alaihi wa sallam?
Padahal, metode pendidikan yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad sholallohu �alaihi wa sallam terbukti telah berhasil. Sekian banyak shahabat sekaligus murid Rasululloh Muhammad sholallohu �alaihi wa sallam yang teguh bagai gunung dalam menjalankan ajaran � ajaran Nabinya bahkan setelah bertahun � tahun sang Nabi wafat. Bukankah ini merupakan bukti keberhasilan dari sebuah pendidikan?
Benar juga, pikir saya. Namun kemudian terlintas dalam pikiran saya tentang Nabi Muhammad sholallohu �alaihi wa sallam, tentu saja pendidikan yang dilakukan oleh Nabi berhasil. Karena Alloh subhanahu wa ta�ala membantu Nabi-Nya dalam mendidik umat. Namun, langsung rekan saya tadi menukas, �Tentu saja Alloh subhanahu wa ta�ala menolong Nabi � Nabi-Nya. Namun pernahkah engkau membaca hadits yang mengatakan bahwa di akhirat nanti semua Nabi akan datang bersama umatnya? Ada yang datang dengan umatnya yang banyak tapi ada juga yang datang dengan tanpa pengikut sama sekali? Bukankah Nabi Muhammad sholallohu �alaihi wa sallam merupakan seorang Nabi yang memiliki pengikut paling banyak? Lalu apa yang menyebabkan demikian? Tentu metode pendidikan yang dilakukan oleh Nabi. Bagaimana menurutmu?�
Saya goyah. Dan tak lama kemudian, saya pun mengiyakan pendapat teman saya itu. Esok harinya, dan hari � hari berikutnya, saya sibuk mencari � cari literatur yang berisi tentang metode pendidikan yang diterapkan oleh Nabi sholallohu �alaihi wa sallam. Namun saya sedikit kecewa karena literatur yang ada kebanyakan masih dalam bahasa Arab yang tidak saya pahami. Ada beberapa yang yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, namun jumlahnya sangat sedikit. Atau mungkin yang sedikit itu yang baru saya dapatkan.
Namun, dari sedikit literatur yang saya dapat itu, saya memperoleh dua hal yang menonjol dari metode pendidikan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad sholallohu �alaihi wa sallam, yang bisa jadi tidak disinggung dalam metode � metode pendidikan moderen. Kedua hal itu adalah ikhlas dan mampu menjadi teladan dalam berbagai hal.
Ikhlas berarti kita tidak menginginkan imbalan dalam bentuk apapun dari manusia atas apa yang telah kita lakukan � dalam hal ini adalah mendidik siswa � siswi kita. Ketika kita ikhlas dalam mendidik, kita akan kukuh dalam menghadapi hambatan apapun yang mungkin timbul dalam proses pendidikan. Jika ikhlas telah mendarah daging, kita akan mengajar dengan sebaik � baiknya. Jika kita ikhlas, tentu media masa tidak akan lagi dihiasi berita tentang guru yang memukuli siswa � siswanya.
Apabila kita mampu menjadi teladan dalam berbagai hal, dengan sukarela siswa � siswi kita akan mengikuti kita entah dengan perintah ataupun tanpa perintah sekalipun. Kita telah membaca sebuah adagium yang berbunyi: �Siapa dirimu, terdengar nyaring di telingaku hingga aku tak mendengar apa yang engkau ucapkan�. Artinya, keteladanan itu penting dalam pendidikan. Percuma saja kita menyuruh siswa � siswi kita untuk belajar sedangkan kita sendiri tidak pernah mau menambah ilmu dengan cara terus belajar. Jangan sampai kita hanya lihai dalam berbicara saja tanpa bisa melaksanakan. JARKONI, iso ajar, ora iso nglakoni.
Untung rekan saya tadi mengkritik saya. Kritikan yang membuat saya sadar bahwa metode apapun yang kita terapkan dalam pembelajaran, dalam mendidik siswa � siswi kita, tidak akan berhasil sempurna tanpa dua hal yang diajarkan oleh seorang Nabi agung, keikhlasan dan keteladanan.

PEMUJA EMBEL � EMBEL


Karena keindahan dipuja dan diburu setiap orang, maka tiap orang pun menginginkan agar terlihat indah. Karena kecerdasan dielu � elukan orang, maka tiap orang pun menginginkan agar Nampak cerdas. Karena kekayaan dipuji dan diperjuangkan setiap orang, maka tiap orang pun berkeinginan agar terpandang kaya. Karena jabatan dan kedudukan berarti kemuliaan, maka tiap orang pun bermimpi agar tertempel padanya jabatan dan kedudukan. Semua orang berharap agar semua pujian ditujukan kepadanya. Maka tiap orang berangan � angan agar dapat menyandang keindahan, kecerdasan, kekayaan, dan kedudukan.
Tidak. Menginginkan semua itu tidaklah merupakan cela bagi manusia jika mereka benar � benar berjuang untuk mendapatkannya melalui jalan yang terpuji. Jika manusia mendapatkannya secara benar, melalui kerja keras, pengorbanan, keringat dan kepayahan, tentu semua itu benar � benar membuatnya terpuji di hadapan manusia lain. Secara hakiki. Namun jika semua itu didapatkan melalui jalan pintas, tanpa kerja keras, dan ditempuh dalam waktu beberapa hari atau bahkan beberapa jam saja, ini cela yang mendalam bagi kemanusiaan. Bukan kemuliaan.
Saya bertemu wanita. Elok benar parasnya. Parfum yang digunakannya tahan berjam � jam. Mampu menangkal bau keringat. Pakaiannya halus. Pasti mahal benar harganya. Perhiasan yang dikenakannya menyilaukan. Senyumnya manis, kata � katanya menyejukkan sekaligus membuat bangga orang yang diajak bicara. Dia rendah hati. Tiap jejak kakinya diiringi senyum dan sapa. Namun semua itu dilakukan saat ia perlu saja. Saat ia memerlukan orang � orang di sekitarnya. Orang � orang kebanyakan yang tidak sebagaimana ia. Saat ia tak lagi butuh orang � orang itu, kembali ia ke tabiat aslinya yang hanya mau bergaul dengan orang � orang �sebangsanya�.
Saya berpapasan dengan seorang pandai kelihatannya. Pakaiannya sederhana. Tak ada yang istimewa dari aksesoris yang dikenakannya. Biasa saja. Namun ia kelewat pendiam. Bicara seperlunya saja. Nampaknya ia seorang pemikir luar biasa yang tengah bekerja keras dengan otaknya untuk kemaslahatan umat manusia. Tak pernah ia bergaul dengan tukang bakso, dengan kuli angkut, dengan pemulung para tetangganya. Jika ia bicara, bahasa yang digunakannya tidak dimengerti oleh orang � orang itu. Itulah sebab ia tak bicara. Tidak bermanfaat baginya bicara hal � hal remeh temeh. Buang � buang waktu saja. Levelnya adalah level jurnal ilmiah, level perkuliahan para sarjana. Apa yang disumbangkan kuli angkot bagi kemaslahatan umat manusia? Tukang bakso hanya bekerja untuk dirinya sendiri juga keluarganya. Sedang ia, bekerja untuk semua manusia termasuk si tukang bakso. Orang semulia ini tentu berkedudukan lebih tinggi. Tidak ada yang tahu jika sang Doktor Insinyur ini memalsukan karya ilmiah. Dan kuliahnya hanya satu semester saja.
Saya berkesempatan berbincang dengan pria tambun yang pandai bicara. Tiap saat, topik pembicaraanya hanya seputar masalah politik saja. Masalah kesejahteraan rakyat. Namun ia juga yang paling lantang bicaranya saat pembicaraan berganti ke masalah kenaikan gajinya sendiri. Ia ingin gajinya seratus juta sebulan disaat rakyat yang ia inginkan sejahtera itu bergelut dengan kelaparan.
Saya berkeliling kota dan melihat deretan sekolah � sekolah menengah. Entah pertama entah atas, entah kejuruan. Sekolah � sekolah itu berlomba � lomba mempercantik diri. Pagar � pagar yang tinggi menjulang. Bangunan � bangunan baru yang megah lagi menarik hati. Di papan � papan nama sekolah itu tertulis kata yang menunjukkan standar sekolah. Berstandar nasional sampai berstandar internasional. Siswa � siswanya, juga guru � gurunya berjalan, berkendaraan dengan sandangan kebanggaan. Kepercayaan diri sebagai penentu masa depan yang cerah bagi bangsa membuat mereka begitu berwajah berseri.
Dari sekolah � sekolah itulah telah lulus wanita elok, pria cerdik pandai, dan politikus handal. Saya tidak tahu apakah saya mesti malu atau bangga.

Wednesday, February 18, 2009

Pakta Kejujuran UNAS 2009

Unas 2009 sudah didepan mata, sekolah-sekolah di Indonesia mulai tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas mulai mempersiapkan diri mengahadapi UNAS tersebut. Waktu belajarpun ditambah, sehingga jam kepulangan siswa pun tambah siang. Sebagian siswa setelah pulang sekolah tidak langsung pulang ke rumah, mereka langsung pergi ke tempat les semacam SSC, primagama, technos dan lainnya. Semuanya merasa jika gagal di UNAS maka gagal semuanya.

Anggapan bahwa UNAS adalah segalanya, menurut saya sangat membahayakan bagi ranah pendidikan di Indonesia. ini berakibat bahwa segala upaya dalam proses pembelajaran tujuannya adalah hanya untuk persiapan UNAS. Bahkan beberapa orang tua 'tidak percaya' dengan bimbingan di sekolah. Mereka lebih Pede mengikutkan putra-putrinya untuk mengikuti bimbingan belajar. mereka beranggapan bahwa pelajaran yang diajarkan disekolah hanya sebatas teori, tidak sampai ke tehnis artinya sekolah belum menemukan tehnik-tehnik jitu dalam menjawab soal-soal UNAS, tidak seperti lembaga bembel. hee.hee. wah bahaya ini.

Repotnya lagi kalau para guru tidak mempersiapkan siswanya secara serius dalam setiap pembelajaran. gara-gara siswa-siswanya sudah banyak mengikuti bimbel. atau sebaliknya para guru terlalu serius dan mati-matian untuk mempersiapkan siswanya agar lulus UNAS, sehingga kadang melupakan ranah pendidikan yang lain, psikomotor dan afektifnya di abaikan, kadang juga terlalu banyak memberikan tugas atau tryout, sampai hari minggu pun siswa harus masuk untuk belajar dan persiapan UNAS. luar biasa.......

Fenomena seperti di atas , saya pikir wajar. Sebagai usaha manusia untuk mencapai apa yang diinginkan. yang tidak wajar adalah kalau guru bertindak curang saat UNAS, mereka menghalalkan segala cara dengan berbagai trik agar siswa lulus UNAS dengan nilai baik dan bahkan terbaik, sehingga secara tidak langsung mengharumkan nama sekolah. waa...waah naif ya.

Karena itu usaha Bupati Bojonegoro (Bapak Soyoto) mengajak Kepala Diknas dan semua guru di wilayah Bojonegoro untuk berjanji bersama dalam sebuah Pakta Kejujuran, agar penyelenggaraan UNAS berjalan lancar dan jujur patut diacungi jempol, meskipun resiko sangat besar. (Drs Sapuwan. milis KGI). Usaha seperti ini layak mendapat apresiasi, tapi sayang pejabat seperti Soyoto tidak banyak.

Saya berkeyakinan jika semua Gubernur dan Bupati berani mengadakan pakta kejujuran di wilayah masing-masing, maka kualitas pendidikan Indonesia akan meningkat dan bermutu, karena seluruh komponen pendidikan sadar, bahwa untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas harus disiapkan, diplanning dan dicontrol dengan baik, bukan dengan cara instan dan curang seperti selama ini.
Wallohu A'alam Bishhowab

Tuesday, February 17, 2009

Kehilangan Uang


Kepala sekolah menyodorkan secarik kertas di pagi ketika saya baru saja sampai di sekolah. Kertas yang hanya selembar itu ku kira hanyalah surat ijin biasa. Nyatanya, ia adalah sebuah surat yang berasal dari wali murid yang anaknya telah kehilangan uang di sekolah kemarin hari.

Surat itu diberikan ke saya karena saya wali kelas dari murid yang kehilangan uang. Uang yang hilang cukup besar karena sedianya akan digunakan untuk membayar uang sekolah. Bapak dari anak yang kehilangan uang merasa keberatan untuk mendapatkan pengganti uang yang, katanya, dicuri. Ia hanyalah seorang petani kecil.

Wali murid yang menanda tangani surat itu berharap agar mengusut tuntas kasus hilangnya uang karena uang hilang di sekolah. Dan uang itu dicuri. Wali murid itu percaya uang anaknya dicuri karena anaknya mengaku bahwa sesaat sebelum uang itu hilang, ia masih melihatnya di dalam tas. Ia menunda untuk segera membayarkannya karena harus segera ke kamar kecil. Sekembali dari kamar kecil itulah, uang hilang.

Kepala sekolah merasa sayalah yang harus menyelesaikannya.

Saya tertegun. Saya masuk kelas dengan selembar kertas surat di tangan. Setelah memberi salam, saya menceritakan semua tentang kejadian pagi itu. Saya katakan betapa berat bagi orang tua untuk mendapatkan uang sekolah anak - anak mereka di tengah kondisi ekonomi yang sedemikian.

Lalu, saya meminta anak - anak untuk memejamkan mata dan membayangkan jika saja mereka menjadi bapak yang anaknya kehilangan uang itu. Saya meminta mereka merasakan betapa beratnya perasaan yang harus ditanggung sang bapak. Tiap rupiah yang didapat dengan cucuran peluh di bawah matahari terik itu raib begitu saja.

Lalu saya katakan bahwa saya tidak menuduh siapapun di dalam kelas itu telah mencuri uang. Namun jika salah satu dari mereka telah mengambil uang itu, pastilah ia sedang khilaf.

Untuk itu jika memang ada yang khilaf dan lalu mengambil uang yang bukan miliknya, saya meminta ia mengembalikannya ke kantor guru dari celah bawah pintunya. Dan, karena khilaf, maka ia dimaafkan dan saya menegaskan tidak ada satupun yang mengungkit - ungkit masalah itu lagi.

Bel ganti pelajaran berbunyi. Saya sama sekali tidak mengajar pada jam itu.

Esoknya pak penjaga sekolah mengatakan bahwa ia menemukan segulungan uang di bawah pintu kantor. Saya langsung menyahut bahwa itu adalah uang yang hilang. Lalu berceritalah saya tentang apa yang telah saya lakukan kemarin.

Saya senang karena murid saya telah insyaf dari kekeliruannya.

Kemana Roni?


�Kemana Roni?�, tanyaku pada anak - anak pagi itu. Sudah lima hari ia tidak nampak di kelas, duduk bersama anak - anak lain, belajar.

�Ia ke Batam pak, mau kerja katanya.�

Roni baru kelas satu. Baru beberapa bulan lalu ia mendaftar di sekolah ini. Lalu ia kini sudah di Batam. Bekerja. Kerja apa? anak yang baru saja lulus SD. Bisa kerja apa?

Begitulah. Kondisi ekonomi membuat beberapa anak lebih memilih bekerja ketimbang sekolah. Bekerja untuk membantu orang tua.

Dalam usia yang sedemikian muda.

Saya sedih karena tidak bisa berbuat apa - apa.

Mereka yang Tidak Sekolah


Aku bertemu seorang perempuan beberapa saat lalu. Jika aku tak disapanya dahulu, aku lupa bahwa ia bekas muridku. Benar - benar aku lupa.

Perempuan itu memakai kaos ketat berwarna merah menyolok dan celana jins yang tak kalah ketat. Rambutnya di-rebonding. Berbedak dan bergincu tebal. Sedari tadi tangannya sibuk memainkan HPnya.

Hingga aku tertangkap mata olehnya. Bergegas ia menyalamiku dan menanyakan kabarku. Diucapkannya dengan bahasa Indonesia.

Ketika aku ternganga mencoba mengingat, ia memperkenalkan dirinya. Barulah kuingat. Ia murid ku yang pintar dulu.

Kutanyakan kabar dan dimana ia sekarang. Aku memakai bahasa Jawa. Dijawabnya memakai bahasa Indonesia.

Ternyata, selepas SMP dulu, ia langsung ke Jakarta untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga.

Jakarta membuatnya berkaos ketat dan lupa berbahasa Jawa.

Tak berapa lama ia berlalu. Menyalamiku terlebih dulu.

Setelah jauh, kupandangi ia dengan pilu.

Si Pembuat Onar


Anak itu memang suka membuat onar. Tidak ada yang suka padanya. Penampilannya saja sudah menunjukkan bahwa ia bukan anak baik � baik. Rambutnya yang lurus jabrik itu disemir merah, lengan bajunya selalu dilipat agar kelihatan lengannya yang berotot, bajunya tidak pernah dimasukkan ke celana, sangat tidak rapi. Awut � awutan malah.

Pertama kali aku mengajar kelasnya, ia tidak pernah memperhatikan. Mengganggu temannya, berteriak � teriak. Tidak Nampak padanya rasa sungkan karena melakukan hal � hal sedemikian. Saya merasa marah diperlakukan sedemikian. Tapi kucoba untuk sementara membiarkannya.

Hari itu tiba saatnya untuk anak � anak berbicara di depan kelas dengan menggunakan bahasa Inggris mengenai keluarganya. Satu persatu anak � anak maju. Berbicara sekemampuan mereka. Tiap selesai satu anak, saya selalu mengomentari dengan komentar yang baik dan mengoreksi kesalahan tata bahasa yang mereka gunakan.

Higga akhirnya tiba giliran anak bermasalah itu. Saya heran ia mau melaksanakan tugas itu. Biasanya tidak.

Mulailah ia berbicara. Tata bahasanya awut � awutan. Dia pun sering mengucapkan kosa kata dengan apa adanya, tidak sesuai dengan pengucapan bahasa Inggris yang seharusnya.

Namun saya mengerti maksud dari ucapannya. Dia katakan bahwa ayahnya telah meninggal dan ia hidup hanya dengan ibu dan adiknya yang masih kecil. Dia katakan bahwa ia mencintai ibu dan adiknya itu dan berharap suatu saat nanti ia bisa berbuat sesuatu untuk mereka.

Dia pun selesailah. Saya berkomentar. Sama sekali saya tidak mengomentari tata bahasa dan pengucapan bahasa Inggrisnya. Saya hanya mengomentari tentang isi dari perkataannya. Saya katakan bahwa saya heran dengan anak itu. Selama ini dia selalu muncul sebagai anak yang bandel, berandalan. Tapi ternyata ia memiliki kelembutan dalam hatinya. Kelas, tak berapa lama kemudian, usai.

Hari � hari setelah kejadian itu, anak bandel itu berubah sikapnya terhadapku. Kini ia menjadi anak yang sopan dan baik.

Setidaknya terhadapku.

Saya heran dengan perubahan ini.

Kemiskinan


Melihat berita tentang 21 orang yang mati karena terinjak, kehabisan nafas saat mengantri untuk mendapatkan uang zakat di Pasuruan kemarin, saya teringat seorang murid perempuan saya.

Sesaat sebelum kelulusan diumumkan, saya bertanya kepadanya tentang kelanjutan sekolahnya. Dia tidak langsung menjawab. Diam beberapa saat dan kulihat ia menangis.

Dikatakannya, ia tidak akan melanjutkan sekolah karena orang tuanya tidak lagi mampu membiayai sekolahnya lagi.

Dia benar - benar tidak sekolah. Murid saya yang pintar itu tidak sekolah.

Saya melihatnya bekerja sebagai penjaga toko mainan anak - anak beberapa bulan lalu.

Kemiskinan selalu berbuah pahit.

Identitas Budaya


Siang itu, di kantor guru.

Seorang teman guru perempuan berbicara dengan logat yang medok sekali. Logat seperti itu hanya diucapkan oleh mereka yang berasal dari desa yang sangat terpencil.

Serta merta seorang guru perempuan lain menyahut:

�Hey, mbok jangan medok begitu. Nanti kelihatan lho kalo ndeso�

Teman guru perempuan yang berlogat ndeso itu tersipu malu. Ia memang berasal dari desa yang sangat terpencil.

Namun, memangnya kenapa kalau ndeso?

Apakah ada masalah dengan logat ndeso itu?

Saya rasa, entah itu logat ndeso, logat kota atau logat Jerman, Amerika, tidak ada masalah. Bukankah dengan semakin banyak logat yang bersinggungan di masyarakat, semakin menunjukkan identitas budaya yang beragam?

Apakah logat ndeso itu rendah? Dan logat kota itu lebih tinggi derajatnya?

Apapun yang terjadi, saya tetap ndeso. Dan saya akan tetap mempertahankan ke-ndeso-an saya meskipun saya tengah berbicara dengan orang dari Jepang sekalipun.

Cita - Cita


Kutanyakan cita - cita seorang anak SD yang melintas di depanku saat aku berjalan menuju sekolah tempatku mengajar.

�Apa cita - cita mu nak?�

Tak serta merta dijawab. Hanya tersenyum malu - malu saja.

Jika minyak mahal,

Jika beras mahal,

Jika buku mahal,

Jika sekolah mahal,

Jika masih harus bergulat dengan hidup yang sengsara,

Masihkah relevan untuk bercita - cita sebagai dokter?

Insinyur?

Pilot?

Guru?

Kuambil uang seribuan dari kantong celanaku

�Untuk jajan�

Kataku

Ketika Malas Menyerang


Seperti berbagai profesi lain, kadang saya merasa jenuh dengan tugas mengajar saya.

Tapi selalu pada saat rasa malas itu menyerang, saya selalu berkata pada diri saya sendiri;

�Kenapa engkau malas? bukankah engkau mencari nafkah dari pekerjaanmu menjadi guru? bukankah engkau memberi makan anak dan istrimu dari gaji engkau menjadi guru?�

Lalu saya bangkit lagi.

Buku Kesayanganku


Aku berjanji akan memberikan buku kesayanganku, Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela, kepada muridku yang berhasil mendapat nilai 9 bagi pelajaran yang saya ampu.

Saya mengatakan bahwa buku itu adalah buku kesayanganku.

Saya katakan bahwa untuk membeli buku itu, saya harus ke Surabaya karena tidak ada satupun toko buku di Pacitan yang menjualnya.

Saya katakan bahwa buku itu penuh dengan inspirasi.

Tiap lembarnya adalah lembaran yang menggugah.

Dan jika saja ada satu muridku yang berhasil mendapat nilai 9, saya akan merelakannya.

Ujian semester dimulai. Lalu sampailah saat membagikan rapor.

Satu muridku benar - benar mendapatkan nilai sembilan untuk pelajaranku.

Saya benar - benar berat melepaskan buku kesayanganku itu.

Buku itu adalah buku yang kubuka saat semangat mengajarku mengendor.

Tapi saya harus menepati janji.

Drop Out


Anak itu benar � benar menjengkelkan;
Tidak pernah membuat PR,
Sering bolos,
Kerap berkelahi,
Sering menilap uang sekolah yang seharusnya dibayarkannya,
Tidur saat pelajaran, ngobrol sendiri, mengganggu teman lainnya.
Merusak fasilitas sekolah
Dan��..
Ini fatal, ia sering berkata tak sepantasnya kepada guru; mengumpat dan mengancam.
Semua elemen sekolah telah turun tangan.
Ternyata orang tuanya pun telah tidak sanggup mendidiknya!
Pada saat pembagian rapor kemarin,
Ia tidak naik kelas.
Ia mengumpat tak karuan.
Dan ia tak melanjutkan sekolahnya.
Nampaknya ini jalan paling baik.
Tidak ada cara lain untuk mencegah penyebaran panu selain menghilangkannya.

Mengapa Demikian?


�Mengapa anak - anak kita begitu banyak yang bandel dan sulit diatur?�

tanyaku pada guru BP.

�Begini, orang tua dari anak - anak kita umumnya merantau untuk mendapatkan penghasilan yang lebih untuk biaya hidup dan menyekolahkan anak - anak mereka. Banyak dari mereka yang pergi bersama - sama; ayah dan ibu merantau bersama. Ada pula yang ayah atau ibunya saja. Lalu sang anak dititipkan ke kakek atau neneknya. Di rumah kakek atau nenek inilah mereka tidak mendapatkan pengawasan dan pendidikan yang seharusnya. Kakek atau nenek cenderung memanjakan cucu mereka. Perlakuan sedemikianlah yang menyebabkan anak - anak kita tumbuh seperti yang kita lihat sekarang�

Begitu ya!

Di dalam Bis


Pada anak - anak selalu kupesankan agar mereka mengalah dengan memberikan tempat duduknya di dalam bis kepada guru mereka ketika guru itu tidak mendapatkan tempat duduk.

�Bukannya guru tidak kuat berdiri di dalam bis selama setengah jam. Atau bukannya guru itu gila hormat dengan minta diperlakukan sedemikian. Tidak begitu. Hanya, itulah sopan santun murid kepada gurunya�

Suatu hari saya naik bis ketika pulang dari sekolah, bersama - sama murid saya. Saya yang masuk belakangan, tidak mendapatkan tempat duduk.

Maka salah satu murid berdiri dan menyilahkan saya untuk menduduki kursinya.

Saya pun duduk.

Tak berapa lama setelah bis bergerak, seorang nenek tua dengan gendongan masuk kedalam bis.

Gantian saya yang berdiri dan mempersilahkan nenek itu duduk.

Duduklah sang nenek.

Lalu,

murid saya yang lain pun berdiri,

mempersilahkan saya menempati kursinya.

Jalan Kaki


Sebagian besar murid � murid saya harus berjalan kaki kiloan meter sebelum sampai ke jalan besar dimana mereka dapat menyetop bis yang akan membawa mereka ke sekolah.

Karena alasan inilah seringkali mereka terlambat datang ke sekolah.

Dan itulah sebabnya mereka terkadang tidak sempat sarapan.

Bagaimana bisa sarapan jika mereka sudah harus berangkat berjalan kaki jam setengah lima pagi?

Maka,

Jika mereka tidak mengerjakan PR,

Terlambat datang, atau

Tertidur di dalam kelas,

Seringkali saya membiarkannya.

Saatnya Lomba


Sebuah lomba story telling akan digelar.

Saya katakan kepada murid - muridku bahwa salah satu dari mereka akan mengikuti lomba itu. Berbagai reaksi bermunculan.

Saya pun mengadakan seleksi dan memilih satu anak saja.

Anak yang terpilih ini bersikeras tidak mau mengikuti lomba. Dia tidak mampu katanya.

Saya melihat sesuatu yang berlainan dari jawabannya.

Sebagai gurunya, saya tahu kemampuan tiap anak. Dan untuk lomba itu saya tahu bahwa dia cukup mampu.

Saya melihat dia kurang percaya diri karena nanti dia akan berhadap - hadapan dengan murid - murid SMP kota.

Saya tidak menyemangatinya berkenaan dengan rasa percaya dirinya yang nyaris hilang. Saya hanya melatihnya dengan sangat serius dan menunjukkan kepadanya semangat saya agar menjadi salah satu pemenang.

Perlombaan pun tibalah.

Nampak murid saya semakin gugup.

Karena ia mendapat nomor urut tengah - tengah, ia masih punya waktu untuk melihat penampilan anak - anak dari SMP lain.

Diantara yang sudah tampil, ada yang berpenampilan sangat jelek dan ada yang berpenampilan sangat baik. Rupanya ini keuntungan bagi kami.

Murid saya ini mulai terbangun rasa percaya dirinya.

Saat dia tampil, dia tampil dengan seluruh rasa percaya dirinya.

Kami hanya mendapatkan juara harapan satu pada waktu itu. Tapi saya senang karena murid saya mendapatkan percaya dirinya.

Problem Identitas


Saat televisi menayangkan tokoh yang mengulum lolipop dalam sebuah sinetron.

Esoknya, murid - murid saya menirunya.

Saat sang tokoh memakai rok sekolah yang mepet di badan.

Murid - murid perempuan saya pun menirunya.

Saat The Changcuter ngetop.

Murid - murid saya pun meniru gaya rambutnya.

Namun,

saat pelajar - pelajar kita tersiar menang di olimpiade fisika,

Murid - murid saya, adem ayem saja.

Ada yang bisa kasih solusi saya?

Three in One


Kulihat muridku sekolah tanpa membawa tas sekolah.

Kuhampiri dan kutanyai

�Mana bukumu?�

�Ini�

Jawabnya sambil menyodorkan sebuah buku tulis.

Kubuka - buka buku itu.

Di dalamnya tertulis catatan Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.

�Kata emak, kalo bapak punya uang, bapak akan membelikan buku baru untuk saya�

Saya tahan mata saya agar tak nampak berkaca.

Mati Muda


Hampir semua murid saya pergi ke sekolah dengan naik angkutan umum.

Jarak tempuh yang jauh membuat mereka rela berdesak - desakan di dalam bis.

Bahkan bergelantungan.

Dan ini menjadi masalah yang cukup serius.

Beberapa tahun yang lalu, salah seorang dari murid saya meninggal karena terjatuh dari bis yang kebut - kebutan.

Saat itu kami sangat kehilangan.

Beberapa guru wanita menitikkan air mata.

Saya sedih sekaligus bersuka.

Sedih karena harus kehilangan dia di usia yang muda,

bersuka karena dia tidak akan terlibat kehidupan dunia yang semakin tua.

Bagi saya, mati muda merupakan duka bagi yang ditinggal

dan suka bagi yang pergi.

Selamat jalan.

Libur Telah Tiba


Libur telah tiba.

�Kemana engkau akan pergi liburan ini?�

�Apa acaramu liburan ini?�

�Selamat bersenang - senang!�

Semua itu adalah kata - kata penutup yang ku gunakan untuk menutup hari terakhir sekolah.

Libur adalah anugrah.

Tapi kulihat saat liburan,

Si Tono membantu ayahnya membuat batu bata.

Si Tini menjualkan gorengan ibunya.

Si Parto membantu ayahnya menambang batu.

Si Parti membantu ibunya mencuci baju orang - orang kaya.

Saya membayangkan sebuah liburan layaknya lima sekawan karya Enid Blyton menghabiskan liburan mereka.

Study Tour


Sekolah memprogramkan study tour tiap tahun sekali.

Anak - anak dihimbau untuk menabung di sekolah untuk tujuan itu.

Ke kota besar adalah impian tiap anak - anak.

Maka, mereka pun menabung dengan suka rela.

Hari study tour tiba. Tiga bis pariwisata besar mengangkut kami semua. Laju bis menuju kota Malang impian.

Di sepanjang perjalanan anak - anak bersuka ria, tertawa bernyanyi bersama. Karena perjalanan berlangsung di malam hari, dengan tujuan agar pada pagi harinya sampai di Malang dan dilanjutkan dengan mengunjungi seluruh obyek wisata tujuan, praktis anak - anak tidak tidur semalaman.

Tiba di lokasi. Anak - anak tak nampak lelah sama sekali karena tertutupi rasa senang luar biasa. Kota sebesar Malang jarang mereka kunjungi. Ini salah satu pengalaman luar biasa dalam hidup mereka.

Satu, dua lokasi terkunjungi sudah. Di malam harinya sebelum kembali pulang ke Pacitan, anak - anak diajak ke Mall untuk berbelanja. Mall penuh dengan barang mahal - mahal. Saya tidak yakin mereka akan dapat berbelanja di sana. Maka, kunjungan ke mall tidak lebih dari aktifitas cuci mata.

Dan inilah yang terekam dalam benak saya;

untuk dapat ke lantai dua, kita harus naik eskalator. Anak - anak saya berbaris untuk menjejakkan kaki di atas anak - anak tangga yang berjalan itu. Takut - takut mereka.

Sayang, mereka tidak dapat mengalahkan rasa takut itu, sehingga tidak terjamahlah lantai dua oleh mereka. Puas mereka dengan berkeliling - keliling di lantai satu saja.

Tidak apa - apa anakku. Belajar yang rajin saja. Mudah - mudahan kelak engkau semua tidak hanya bisa menaik - turuni eskalator. Tapi juga mampu membuatnya.

SMS Dari Bekas Murid


Saya menerima SMS dari seorang bekas murid saya:

�Pak, selamat merayakan idul fithri, mohon maaf lahir bathin ya pak�

Hanya itu saja.

Namun terbit kegembiraan dari hati saya.

Bekas murid saya masih mengenangkan saya.

Lebaran Lalu


Lebaran tujuh tahun yang lalu,

Saat saya masih mengajar anak � anak Aliyah di desa terpencil dimana saya sekarang mengajar,

Saya belum menikah dan masih tinggal dengan orang tua,

Tanpa saya tahu, murid � murid saya sepakat untuk berkunjung ke rumah saya.

Satu kelas, 40 siswa!

Naik bis mereka ke rumah saya.

Karena rumah saya masuk gang, bukan di tepi jalan raya yang dilalui bis, mereka masuk berjalan kaki ke sebuah gang yang belum pernah mereka lalui sebelumnya.

Saat itu belum ada HP dan rumah ibu saya juga tidak terpasang telepon.

Maka, 40 anak itu tersesat.

Untungnya, saya sempat berpapasan dengan mereka, tanpa sengaja.

Coba anda bayangkan, 40 anak berjalan beriringan seperti lomba baris pada agustusan.

Kelelahan karena telah berputar � putar, tersesat meskipun sudah tanya sana � sini.

Siang mereka sampai di rumah saya, padahal mereka berangkat pagi � pagi.

Untung ibu memasak soto saat itu, cukup banyak, cukup untuk 40 anak itu.

Mereka pun makan dengan lahap.

Itu saja, setelahnya mereka pulang karena takut kemalaman.

Mengenangkan itu saya tersenyum.

Lebaran


Kukirimkan pesan pendek ke sanak saudara, kerabat, handai taulan,

Kepada, teman, karib, dan rekanan.

Pendek benar, cukup satu SMS untuk memuatnya:

�Taqobal Allohu Minna wa Minkum. Maafkan kesalahanku�

Namun,

Tanpa aku tahu, tanpa terlihat oleh mata, maksudku,

Berjuta doa, permohonan maaf dan pemberian maaf berseliweran di udara.

Merubah dirinya menjadi selimut yang

Menentramkan dan menghangatkan jiwa � jiwa manusia.

�Taqobal Allohu Minna wa Minkum. Maafkan kesalahanku�

Kuhaturkan kepada anda semua.

Seusai Shalat Ied


Seusai shalat �Ied,

anak - anak kecil usia sepuluhan tahun, berpakaian kumal,

berlarian memungut koran bekas alas shalat para jamaah.

Mungkinkah anak - anak itu sekolah?

Hujan


Pagi ini kotaku diguyur hujan. Dan karena itu saya teringat sesuatu.

Sekolah kami terletak di daerah pegunungan. Karenanya, tanahnya pun tanah liat yang lengket.

Masalah yang tiba jika hujan turun adalah;

Sepatu anak � anak akan menginjak lumpur tanah liat itu dan lumpur yang lengket akan tetap menempel di sol sepatu hingga anak � anak itu memasuki kelas mereka.

Apa yang terjadi?

Kelas menjadi selayak kubangan lumpur.

Coklat yang kotor.

Tidak hanya itu,

Lantai kelas pun jadi semakin licin.

Di saat seperti inilah biasanya kami menyisihkan waktu untuk mengepel lantai dan memberlakukan aturan agar anak � anak menanggalkan sepatu mereka di luar kelas. Anak � anak pun nyeker (tak bersepatu).

Hermansyah


Namanya Hermansyah. Katanya, bapaknya dulu senang dengan Hermansyah yang keeper kesebelasan nasional.

Namun sayang, Hermansyah murid saya ini tidak berbadan tinggi besar layaknya pemain bola legendaris itu. Ia berbadan kurus, pendek, bermuka pucat dan mata cekung.

Kondisi fisik yang demikian ini seringkali jadi bahan ejekan teman � temannya.

Jika diejek, ia tak marah, senyum � senyum saja, tapi jelas kalau ia malu.

Untungnya, ia anak yang cukup pintar.

Suatu saat, ketika saya mengajar di kelas Herman, ada celetukan yang mengejek bentuk badan Hermansyah yang kurus itu.

Saya berhenti mengajar dan berkata:

�Dulu Albert Einstein pernah berkata: �Besuk, jika teori relativitas terbukti, orang Amerika akan mengatakan bahwa saya warga Negara Amerika. Orang Jerman akan mengatakan bahwa saya warga Negara Jerman�.

�Jika Herman kelak menjadi orang yang sukses, engkau akan menyesal karena telah mengejeknya�

Kelas terdiam.

Tulisan Dinding


Aku ingat saat SMP dulu,

Masuk aku ke sebuah kelas SMA

Tertempel di dinding tulisan - tulisan penyemangat

Satu tulisan yang membuatku terkenang sampai saat ini;

�Orang Sombong, Sejatinya, Seseorang yang Tak Berpengetahuan�

Berbahagialah orang yang menciptakan tulisan itu, menuliskannya, dan menempelnya di dinding.

Monday, February 9, 2009

Mengukur Efektifitas Metode Suggestopedia dalam Pembelajaran Bahasa Inggris


Melihat banyaknya buku, artikel dan laporan penelitian tentang pengaruh musik klasik bagi optimalisasi kinerja otak dalam proses belajar, penulis merasa terdorong ingin membuktikan kebenaran atas berbagai penelitian tersebut. Dari beberapa literatur, penulis mendapatkan informasi bahwa Dr. Georgi Lozanov, dengan metode Suggestopedianya, boleh dikatakan sebagai pendidikyang memelopori penggunaan musik klasik dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dari berbagai literatur pula, penulis medapatkan langkah-langkah dari penerapan metode Suggestopedia. Setelah informasi yang didapat dirasa cukup, penulis kemudian mencoba melakukan penelitian atas efektifitas metode suggestopedia itu dalam pembelajaran vocabulary bagi murid-murid SMP yang penulis ajar. Penulis membatasi penelitian hanya pada pembelajaran vocabulary karena untuk meneliti semua aspek dalam pelajaran bahasa Inggris tentu sangat berat. Disamping itu, pemilihan aspek vocabulary berangkat dari asumsi bahwa vocabulary adalah elemen dasar dan penting dari tiap pembelajaran bahasa apapun. Kosakata yang dipilih adalah kosakata yang berkaitan dengan ocupation (pekerjaan) sejumlah 70 kosakata.



Selintas Suggestopedia

Suggestopedia adalah suatu metode pembelajaran bahasa Inggris yang diciptakan oleh seorang pendidik dari Bulgaria yang bernama Georgi Lozanov. Lozanov percaya bahwa sesuatu yang ada di sekeliling kita bisa menjadi sugesti dalam proses pembelajaran, baik sugesti positif maupun sugesti negatif.

Tujuan dari metode Suggestopedia adalah untuk membebaskan pikiran siswa dari asumsi negatif yang sudah mapan (Lozanov, 1978, hal. 252). Banyak siswa yang terpengaruh asumsi negatif itu. Asumsi negatif yang dimaksud adalah perkataan-perkataan seperti �belajar itu membosankan,� �tata bahasa Inggris itu sulit� dan lain-lain. Asumsi seperti ini akan membatasi potensi manusia. Dengan mengganti asumsi negatif tersebut dengan asumsi yang positif. Kita bisa mengeksploitasi potensi manusia yang luar biasa untuk belajar.

Dalam metode Suggestopedia, ruang kelas juga diekploitasi dengan maksimal. Lingkungan dimana siswa belajar sangat penting. Menurut Walberg dan Greenberg (1997), kondisi kelas adalah penentu psikologis utama yang akan mempengaruhi proses pembelajaran akademis.

Yang unik, metode Suggestopedia menggunakan musik klasik dalam proses pembelajaran. Penggunaan musik klasik didasarkan atas hasil penelitian yang menyebutkan bahwa otak akan berada dalam kondisi terbaik untuk belajar ketika dia dalam kondisi Alpha. Musik klasik disebut-sebut sebagai musik yang dapat mengkondisikan otak ke kondisi Alpha (Webb,1990).



Langkah-Langkah Penelitian

Penulis menyelengggarakan penelitian ini dengan mengajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok yang diteliti adalah siswa-siswi penulis sendiri yang dipilih secara acak. Kelompok eksperimen yang berjumlah 15 diajar dengan metode Suggestopedia dan kelompok kontrol yang juga berjumlah 15 diajar dengan metode konvensional saja.

Penulis mengajar kelompok eksperimen terlebih dahulu selama lima hari. Hari pertama, para anggota kelompok diberi pre-tes. Hari kedua sampai hari ke empat mereka diajar dengan metode Suggestopedia dan hari kelima mereka diberi pos-tes. Kelompok kontrol juga mendapatka lima hari. Hari pertama mereka diberi pre-tes. Hari kedua sampai hari ke empat mereka diajar dengan metode Suggestopedia dan hari kelima mereka diberi pos-tes.

Secara rinci, proses pembelajaran yang dilakukan dengan dua metode tersebut adalah sebagai berikut:

A. Metode Suggestopedia

Metode Suggestopedia mempunyai beberapa langkah dalam proses pembelajarannya. Penulis mengikuti langkah-langkah itu sebagaimana berikut.

� Perkenalan

Ini adalah fase pertama dalam Suggestopedia. Penulis mengorganisir kelas yang tidak seperti biasanya. Para siswa didudukkan pada kursi yang ditata setengah lingkaran. Dinding kelas dipenuhi dengan gambar-gambar pemandangan yang bagus dan berukuran cukup besar. Gambar-gambar orang dengan profesinya masing-masing juga ditempel ditembok disertai dengan kosakatanya dalam bahasa Inggris yang ditulis dengan huruf warna-warni.

Tanaman-tanaman hias diletakkan di sudut-sudut ruang kelas. Musik lembut diputar. Pengaturan ruang seperti ini akan merubah persepsi para siswa bahwa �belajar itu berat� menjadi �belajar itu menyenangkan�. Kosakata yang digantung di dinding akan terekam otak bawah sadar para siswa. Hal ini akan sangat membantu tujuan pembelajaran.

Penulis juga meminta para siswa untuk mendengarkan komposisi klasik, dalam hal ini penulis memutar Canon in D karya Johan Pachelbel. Sambil mendengarkan musik, para siswa diminta untuk memejamkan mata dan mengatur hembusan nafas mereka agar sesuai dengan ketukan musik. Setelah musik selesai, mereka diminta untuk membayangkan bahwa mereka berada di negara yang menggunakan bahasa Inggris sebelum mereka membuka mata.

Dalam masa pembelajaran, para siswa diminta untuk memakai nama dan pekerjaan dalam bahasa Inggris. Bukan nama asli mereka. Dengan memilih identitas baru, Lozanov percaya bahwa hal ini akan melepaskan masalah-masalah yang dihadapi para siswa didunia nyata yang akan menggangu proses pembelajaran. (Hagiwara,1989)

� Sesi Konser

Dalam sesi ini, penulis membagi kertas-kertas yang berisi dialog. Disisi kiri dialog dalam bahasa Inggris dan disisi kanan dialog dalam bahasa Indonesia sebagai terjemahannya. Penulis membaca teks itu dihadapan murid-murid diiringi musik karya Beethoven yang berjudul Concerto for violin and orchestra in D major. Penulis membaca dialog yang dalam bahasa inggris sesuai irama musik. Seolah-olah apa yang dibaca penulis adalah salah satu instrumen dari musik. Dalam Suggestopedia, hal ini disebut sebagai konser Aktif.

Setelah sesi konser aktif, sekali lagi penulis meminta para siswa agar menutup mata dan mendengarkan saja teks yang dibaca oleh penulis diiringi oleh musik yang diciptakan Handel, Water Musik. Para siswa diminta untuk membayangkan saja isi dari apa yang dibaca. Saat ini, pembacaan teks dilakukan sebagaimana biasanya sebuah teks dibaca. Beda dengan yang dibaca pada saat konser aktif.

� Sesi Elaborasi

Dalam sesi ini, penulis meminta para siswa untuk memerankan dialog yang sudah dibaca. Lalu menggambarkan tiap adegan dalam dialog. Langkah-langkah ini akan mengingatkan para siswa akan hal-hal penting yang telah mereka pelajari.

� Sesi Akhir

Gambar-gambar yang telah dibuat oleh para siswa kemudian ditempel dan penulis membaca kembali teks sambil menunjuk gambar yang mewakilinya. Terakhir siswa diminta membuat dialog sendiri yang ada kaitannya dengan teks sebelumnya.

B. Metode konvensional

Kelompok kontrol yang diajari dengan metode konvensional melalui fase-fase berikut ini. Pertama, penulis membaca teks yang berkenaan dengan Ocupation dan siswa mendengarkannya. Kemudian penulis menerjemahkan kata per kata dan meminta para siswa untuk menulis kata-kata yang belum diketahui. Berikutnya, penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan teks. Dan terakhir, meminta para siswa untuk mengafal kata dalam teks yang belum mereka ketahui.

Hasil Penelitian

Setelah pos-tes, penulis betul-betul merasa heran dengan hasil yang didapat oleh kedua kelompok. Anggota kelompok eksperimen mendapat nilai 8 (dua siswa), 7 (tiga siswa), 6 (empat siswa), 5 (lima siswa), dan 4 (tiga siswa). Sedangkan anggota kelompok kontrol mendapatkan nilai 6 (tiga siswa), 5 (empat siswa), 4 (tiga siswa), 3 (empat siswa) dan 2 (satu siswa).

Kelompok Eksperimen tidak diminta untuk menghafal. Tapi secara rata-rata, mereka mendapat nilai yang baik. Sedangkan kelompok kontrol yang diminta untuk menghafal, malah mendapat nilai yang tidak bagus. Hal ini bisa jadi dikarenakan kelompok eksperimen belajar dalam kondis yang menyenangkan dan tanpa hambatan psikologis yang dapat mengganggu proses belajar. Sedang kelompok kontrol, bisa jadi menghafal dalam kondisi pikiran yang percaya bahwa menghafal itu sangat berat. Pemikiran yang akan menghambat potensi otak.

Tapi, nilai dari kelompok eksperimen yang bervariasi (8,7,6,5 dan 4) menunjuk bahwa metode Suggestopedia tidak efektif bagi tiap siswa. Dari hasil nilai yang variatif itu pula, penulis berkesimpulan bahwa bisa jadi bahwa siswa yang ada di kelompok eksperimen, mendapat nilai yang baik karena pembelajaran yang menyenangkan. Bukan karena semata-mata dampak dari musik klasik. Di lain saat, mungkin bisa kita adakan penelitian serupa tapi yang tanpa menggunakan musik klasik untuk membuktikan hal ini.

Tapi, penulis juga sadar bahwa bisa jadi variatif nilai yang didapat oleh siswa dikarenakan ketrampilan penulis yang masih minim dalam mengajar dengan menggunakan metode Suggestopedia. Hanya saja, setidaknya penelitian yang penulis kerjakan bisa menjadi bukti bahwa hasil belajar akan maksimal jika aktifitas pembelajaran dilaksanakan dalam kondisi yang menyenangkan.

Saturday, February 7, 2009

Pentingkah Bahasa Inggris?


Tidak. Bahasa asing satu ini, bahasa dunia ini, tidak penting bagi kita. Saya mengajar bahasa Inggris di SMP. Saya terus membina diri untuk selalu membaca artikel � artikel, cerpen, novel dalam bahasa Inggris setiap hari. Saya pun terus mendisiplinkan diri saya untuk menulis beberapa paragraf berbahasa Inggris setiap hari. Saya menikmati aktivitas yang melibatkan bahasa internasional ini. Tetapi, percayalah, bahasa asing ini tidak penting bagi kita.
Tidak kita pungkiri peran bahasa asing ini dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa. Bahasa Inggris adalah salah sebuah alat untuk tercapainya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan merubah peradaban bangsa. Masuk akal, karena sebagian besar literatur ilmu pengetahuan ditulis dalam bahasa ini. Dan sebagai bahasa global, bahasa Inggris dipakai dalam kontak dan kerjasama internasional. Karena itulah, dewasa ini, banyak perusahaan � perusahaan yang menawarkan kesempatan kerja mensyaratkan kemampuan berbahasa Inggris bagi mereka yang menginginkan pekerjaan tertentu. Dalam gilirannya, syarat ini pun kemudian membuka lapangan kerja baru bagi mereka yang trampil berbahasa Inggris dengan membuka kursus � kursus bahasa Inggris.
Lambat laun, muncul kepercayaan yang kuat bahwa bahasa sebuah kerajaan di Eropa ini merupakan kunci bagi cerahnya masa depan seseorang. Anda tentu masih ingat dengan sebuah lembaga pendidikan bahasa Inggris yang menuliskan kalimat �Matematika + Bahasa Inggris = Sukses� dalam iklan cetak mereka. Iklan itu membuktikan akan adanya kepercayaan ini. Dan kita pun, bisa jadi sampai saat ini percaya sekali bahwa memiliki kemampuan berbahasa Inggris akan menjadi modal bagi kesuksesan masa depan.
Maka, saya kira, jika saya dengan gagah berani mengatakan bahwa bahasa Inggris itu tidak penting, anda akan berpikiran bahwa saya mengada � ada. Bahkan bisa jadi, jika saya mengatakan hal ini di depan anda, anda akan mendebat saya habis � habisan. Namun, sebaiknya kita tunda dulu perdebatan seputar ini dan saya mohon anda sabar untuk menyelesaikan membaca tulisan saya ini untuk mengetahui alasan saya mengatakan bahwa bahasa Inggris itu tidak penting bagi kita. Setelah itu terserah anda apakah akan tetap mendebat atau setuju dengan pendapat saya.
Bahasa Inggris tidak dengan sendirinya menjadi bahasa global seperti sekarang ini. Keberhasilan bahasa Inggris sebagai bahasa yang dipakai secara internasional merupakan buah dari penjajahan yang dilakukan bangsa Inggris di sekitar tahun 1600 sampai 1900an. Mereka menjadikan bahasa sebagai alat untuk memperkuat dominasi mereka atas negara � negara dunia ketiga.
Dan sekarang, harus kita akui bahwa usaha mereka berhasil. Saat ini sudah terbentuk opini bahwa bahasa Inggris adalah satu � satunya bahasa yang bisa digunakan untuk mencapai kemajuan teknologi, bahwa bahasa Inggris adalah kunci dari kemoderenan suatu bangsa, bahwa bahasa Inggris adalah suatu simbol dari kemakmuran.
Maka, penguasaan atas bahasa ini menjadi sumber kebanggaan. Banyak akademisi yang menyelipkan istilah � istilah asing saat mereka berbicara dalam bahasa Indonesia. Padahal, padanan kata dalam bahasa Indonesia bagi istilah itu sebenarnya sudah ada. Namun, demi terdengar lebih intelek, kata � kata asing yang tidak dimengerti oleh orang kebanyakan itu pun dipilih.
Demi kemajuan teknologi, bahasa Inggris lalu diajarkan mulai dari SD sampai ke perguruan tinggi. Orang tua sibuk mencarikan les tambahan bagi anak � anak mereka yang masih berusia TK agar mereka bisa lancar berbahasa Inggris.
Akan tetapi, usaha keras agar mampu menguasai bahasa Inggris ini tidak diiringi usaha untuk mempertahankan bahasa Indonesia. Bahasanya sendiri. Bahkan timbul perasaan bahwa bahasa Indonesia tidak sehebat bahasa Inggris. Bahasa Indonesia tidak sekaya bahasa Inggris. Tidak menginternasional seperti bahasa Inggris. Kepedulian terhadap bahasa sendiri ini terasa kurang. Bacalah kembali koran KOMPAS tanggal 1 November 2008 yang memberitakan bahwa untuk tingkat SMP, nilai rata-rata UN Bahasa Indonesia tahun 2006 adalah 7,46, tahun 2007 turun menjadi 7,39, dan tahun 2008 turun menjadi 7,00. Untuk tingkat SMA jurusan bahasa nilai rata-rata Bahasa Indonesia tahun 2006 adalah 7,40, kemudian tahun 2007 turun menjadi 7,08 dan tahun 2008 turun lagi menjadi 6,56.
Meskipun bahasa Inggris sudah terlanjur menjadi bahasa internasional yang dengan demikian ia juga menjadi ilmu alat untuk menguasai teknologi, menurut saya, kita tidak perlu membuat siswa � siswi kita menguasai bahasa Inggris. Bahkan, siswa � siswi kita perlu didorong untuk terus mempergunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam berbagai kesempatan dan berbagai bentuk komunikasi. Usaha ini, pada akhirnya akan membentuk rasa kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa sendiri.
Berkenaan dengan teknologi, pemerintah seharusnya banyak menerjemahkan buku � buku ilmu pengetahuan dan teknologi kedalam bahasa Indonesia. Sehingga kita tetap tidak tertinggal dalam penguasaan teknologi.
Inilah akhir dari tulisan saya. Perlu saya simpulkan bahwa pengajaran bahasa Inggris dengan tujuan agar siswa � siswi kita menguasai bahasa Inggris hanyalah akan membuat mereka lebih mencintai bahasa asing itu dan melupakan bahasanya sendiri. Lambat laun akan timbul perasaan minder dalam menggunakan bahasa Indonesia. Jika ini benar � benar terjadi, Inggris telah berhasil menjajah kita. Tidak secara fisik, tetapi secara linguistik. Dan pada akhirnya nanti, bahasa Indonesia akan punah dan digantikan bahasa asing. Sesuatu yang tidak kita inginkan.

Wednesday, February 4, 2009

Tips Menaikkan Ranking di Kelas


Semua orang pasti pengen dapet nilai yang bagus dan rangking yang tinggi. Tapi hanya sebagian orang saja yang bisa mewujudkannya. Kira-kira caraya gimana yah? Nih, gue kasih sedikit tips buat temen-temen yang pengen rankingnya naik.
  1. Fokus saat guru menerangkan (mencatat adalah salah satu cara ampuh untuk semakin merangsang otak kita dalam mengingat pelajaran)

  2. Duduk di depan (80% dari temen gue yang duduk di depan rankingnya tinggi)
  3. Berpikir positif (sebagian besar temen gw yang bilang �belum belajar nih�, �aduh susah banget sih�, �gak bisa gue� gagal dalam ujian)
  4. Persiapkan diri kita sebelum pelajaran dimulai (pastikan otak kita tidak blank saat guru menerangkan)
  5. Yakin pada kemampuan diri kita (keyakinan pada diri sendiri akan menguatkan hati kita)
  6. Tidak mencontek (sebagian besar peringkat 1-3 diisi oleh orang-orang yang percaya akan kemampuan dirinya)

Tips-tips ini udah gue coba dan hasilnya lumayan memuaskan. Dulu gue peringkat 33, eh sekarang jadi peringkat 8. Alhamdulillah, Thanks Allah. Target selanjutnya adalah peringkat 4. Semoga tercapai, doain yah?

Tags

Recent Post